Ratusan Akademisi se-Indonesia Tolak Pengesahan UU Cipta Kerja
Pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law [OL] Cipta Kerja menurut mereka, terkesan dipaksakan dan di luar batas nalar yang wajar.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
![Ratusan Akademisi se-Indonesia Tolak Pengesahan UU Cipta Kerja](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/dpr-ri-dan-pemerintah-menyetujui-p.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih dari 100 akademisi dari lebih 30 perguruan tinggi yang ada di Indonesia menandatangani pernyataan menolak UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR pada Senin (5/10/2020).
Pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law [OL] Cipta Kerja menurut mereka, terkesan dipaksakan dan di luar batas nalar yang wajar.
"RUU yang baru disahkan ini tidak hanya berisikan pasal-pasal bermasalah dimana nilai-nilai konstitusi (UUD 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan tetapi juga cacat dalam prosedur pembentukannya," ujar akademisi dari FH Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (6/10/2020).
Baca: Tidak Ada Demo Buruh Tolak UU Cipta Kerja di Kampung Halaman Jokowi Hari Ini
Aspirasi publik pun kata para akademisi, kian tak didengar, bahkan terus dilakukan pembatasan, seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar apa yang menjadi dampak bagi hak-hak dasar warga.
Para akademisi, imbuh dia, melihat ada lima masalah mendasar dalam materi muatan pasal-pasal pada UU Cipta Kerja.
Satu, sentralistik rasa Orde Baru.
Para akademisi menemukan hampir 400-an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan presiden.
Baca: Ini Nama-nama Pimpinan dan Anggota Baleg DPR, Mereka yang Bahas dan Setujui RUU Cipta Kerja
Dua, UU ini juga anti-lingkungan hidup.
Mereka menyebut terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis resiko serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat.
Tiga, soal liberalisasi Pertanian.
Dalam UU ini, tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumberdaya domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif.
Empat, kata dia, UU ini abai terhadap Hak Asasi Manusia.
Sebab Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pebisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain.