Surat Terbuka dari Presidium KAMI Din Syamsuddin kepada Presiden Jokowi
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin membuat sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.
Penulis: Choirul Arifin
3. Kecenderungan Pemerintah bersama DPR untuk mengesahkan RUU untuk menjadi UU seperti UU Minerba, PERPPU yang dikebut menjadi UU "Keuangan untuk Penanggulangan Covid-19", UU Ciptaker/Omnibus Law Ciptaker, sangat potensial menimbulkan kegaduhan nasional yang besar.
Sayangnya Pemerintah tidak menyadari dan bahkan terkesan mendukung DPR untuk bergesa-gesa mengesahkannya pada waktu malam, tanpa membuka ruang bagi aspriasi rakyat.
Begitu pula kami menyaksikan arogansi kekuasaan untuk mempertahankan RUU Haluan Ideologi Pancasila, yang walaupun sudah digugat oleh organisasi masyarakat, seperti NU, Muhammadiyah, MUI, dan banyak lagi karena dinilai merendahkan Pancasila, namun masih termaktub dalam Prolegnas.
Kami tidak dapat memahami apakah Pemerintah bersungguh-sungguh ingin menciptakan ketakgaduhan atau sebaliknya justeru ingin mendorong kegaduhan itu sendiri?
4. Sikap politik Pemerintah terhadap Kasus Mega Korupsi Jiwasraya yang terkesan ditutup-tutupi (sementara beredar rumor di kalangan masyarakat bahwa pembobolan Jiwasraya melibatkan elit di lingkaran dekat kekuasaan dan dananya patut diduga untuk kepentingan politik Pilpres, hal yang harus diverifikasi).
Kasus Mega Korupsi Jiwasraya seharusnya dibawa ke Pansus DPR karena jumlah dananya jauh di atas Kasus Bank Century atau Hambalang.
Namun disangsikan tidak ada niat politik sama sekali.
Bahkan pilihan Pemerintah untuk mendorong Bailout Jiwasraya dengan menyuntikkan dana 22 Triliyun Rupiah akan menjadi skandal keuangan yang besar.
Tiadakah Bapak Presiden berpikir bahwa kasus ini akan menjadi pendorong kegaduhan nasional yang besar?
5. Rententan kejadian yang mengambil bentuk tindak kekerasan, penganiayaan hingga upaya pembunuhan dan pembunuhan terhadap Ulama/ Imam/ Da'i/tokoh agama, dan penodaan masjid/mushalla oleh orang yang mengaku/diakui gila atau mengalami gangguan jiwa.
Sangat menarik dianalisa bahwa kejadian yg terjadi hampir beruntun itu menjadikan sebagai sasarannya adalah Islam/umat Islam atau lambang-lambang keagamaan Islam.
Kejadian serupa pernah terjadi pada saat Pilpres yang lalu namun tidak ada penjelasan sama sekali tentang kemungkinan adanya aktor intelektualis.
Kini terjadi lagi dengan modus operandi yang hampir sama.
Sungguh Bapak Presiden kejadian-kejadian tersebut dirasakan oleh pihak Ormas-ormas Islam (kebetulan kami berada di dalamnya) sebagai bentuk teror mental terhadap umat Islam.