5 Kejanggalan Rusuh Demo Anti UU Cipta Kerja, Polanya Sama dengan Demo 2019
Pada September 2019 juga terjadi unjuk rasa dan kerusuhan untuk mendesak pemerintah membatalkan Revisi UU KPK.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi unjuk rasa buruh dan mahasiswa berakhir kemarin, Kamis (8/10/2020).
Unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja itu terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Aksi yang diikuti ribuan orang itu mengakibatkan kerusuhan.
Sejumlah orang terluka dan fasilitas umum dirusak.
Di balik aksi unjuk rasa itu, Tribunnews.com merangkum sejumlah kejanggalan selama unjuk rasa berlangsung.
1. Massa berpakaian hitam
Massa berbaju hitam muncul secara misterius saat aksi unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja.
Mereka muncul dalam setiap aksi yang berakhir bentrok.
Dari liputan tim Tribun Network di sejumlah daerah, massa berbaju hitam ini terlihat di Bandung, Palembang, Bali, dan Jakarta.
Baca: Misteri Massa Berpakaian Hitam Bikin Rusuh Demo di Bandung, Palembang dan Denpasar, Siapa Mereka?
Mereka muncul sebagai pihak yang anti terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
Diberitakan Tribun Sumsel, tujuh pemuda ditangkap polisi saat ikut aksi demo di DPRD Sumatera Selatan.
Mereka menggunakan atribut hitam-hitam dan membawa bendera hijau bergambar mata.
Para pemuda ini diduga akan menjadi penyusup dalam aksi yang akan digelar mahasiswa, Rabu (7/10/2020).
Sebelumnya, massa berpakaian hitam-hitam disebut polisi sebagai pelaku kerusuhan di Gedung DPRD Jabar, Selasa (6/10/2020) petang ricuh.
Mereka bukan mahasiswa. Bukan pula massa buruh.
"Perusuh ini bukan massa buruh atau dari massa mahasiswa," ujar Kapolrestabes Bandung Kombes Ulung Sampurna Jaya di Jalan Dipenogoro, Selasa malam.
Massa berpakaian hitam ini juga muncul di depan Gedung DPRD Bali, Kamis (8/10/2020).
Unjuk rasa itu berakhir ricuh.
2. Polanya sama saat demo 2019
Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Unpad, Muradi menilai bentrokan aparat dengan massa aksi yang menolak UU Cipta Kerja memiliki pola yang sama dengan peristiwa serupa di tahun 2019.
Diketahui pada 21-22 Mei 2019, terjadi gelombang penolakan hasil penghitungan suara pemilihan Presiden Indonesia 2019.
Pada September 2019 juga terjadi unjuk rasa dan kerusuhan untuk mendesak pemerintah membatalkan Revisi UU KPK.
Menurut Muradi, pola seperti menyebarkan isu dan sentiment solidaritas dalam kerusuhan demonstrasi menolak UU Cipta Karya ini juga dipakai oleh operator yang sama saat kerusuhan pada Mei dan September 2019.
“Ada free rider, saya melihat orangnya itu-itu saja. Operatornya sama, polanya juga sama. Seperti sepereeti mengibarkan isu soal demonstrasi dan sentiment solidaritas itu mereka yang bangun,” ujar Muradi saat dihubungi Kompas TV, Kamis (8/10/2020).
Selain pola dan operator yang sama, Muradi melihat isu demonstrasi ini juga dioptimalkan untuk momentum jangka pendek, seperti Pilkada 2020.
Ia meramalkan dari isu penolakan UU Cipta Kerja ini akan ada lonjakan elektabilitas Paslon yang didukung partai yang menentang UU Cipta Kerja.
“Saya kemarin ke Kabupaten Bandung, saya mendengar isu jangan pilih paslon yang didukug partai mendukung RUU Cipta Kerja. Ini ada di Whatsapp di grup-grup kecil yang menjadi isu yang disebar,” ujar Muradi.
3. Banyak diikuti pelajar
Aksi unjuk rasa anti UU Cipta Kerja banyak diikuti pelajar SMP dan SMA.
Seperti terorganisir, ribuan pelajar dari berbagai wilayah di sekitar Jakarta memasuki ibu kota.
Mereka berasal dari Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Depok, dan Bogor.
Jajaran Polresta Tangerang mengamankan 59 pelajar yang turut serta dalam aksi demonstrasi.
Mereka diamankan di wilayah perbatasan Bitung dan Curug.
Kapolresta Tangerang Kombes Ade Ary Syam Indardi menjelaskan, 59 orang yang diamankan itu adalah pengangguran dan kebanyakan para pelajar.
"Bahkan ada yang masih berstatus pelajar SMP," ujar Ade, Kamis (8/10/2020).
Dari 59 orang tersebut, diungkap Ade pula pelajar SMP yang juga ikut diamankan, dia menggunakan seragam SMA.
Dari hasil pemeriksaan badan kepada 59 orang itu, ditemukan ada yang membawa gunting, ketapel, dan tembakau gorila.
Kata Ade, tembakau gorila apabila dikonsumsi, dapat memicu adrenalin dan meningkatkan agresivitas.
"Mereka bukan buruh, bukan mahasiswa, maka kami cegah dan ada yang bawa gunting, ketapel, dan tembakau gorila yang dapat memicu agresif," ucapnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, 59 orang itu hendak ke Jakarta, karena adanya ajakan dari pesan WhatsApp dan media sosial.
"Ajakan itu berasal dari orang yang tidak mereka kenal," ungkap Ade.
4. Pengunjuk rasa dapat uang dan makan gratis
Polisi menangkap sebanyak 1.192 orang peserta unjuk rasa pada Kamis (8/10/2020) kemarin.
Mayoritas yang ditangkap adalah pelajar STM yang berasal dari berbagai daerah.
"Sebelum rusuh itu memang kita lakukan razia, kita melakukan razia karena memang kita ketahui pada pengalaman sebelumnya memang ada demo dan berakhir kerusuhan ada indikasi itu ditunggangi oleh orang-orang anarko. Kelompok anarko yang memang membuat keributan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
Yusri menyampaikan pihak kepolisian telah meminta keterangan terhadap seluruh peserta unjuk rasa yang sempat ditahan tersebut.
Dari keterangan itu, sebagian peserta mengaku dapat undangan demo secara online.
Ia mengklaim undangan tersebut disebutkan bahwa peserta unjuk rasa akan mendapatkan imbalan uang jika mendatangi aksi itu.
Namun, tidak jelas ihwal siapa yang membuat undangan tersebut.
"Anak sekolah STM yang ditanya kami tahu nggak apa itu undang-undang itu? Nggak tahu. Terus kamu ke sini? Oh saya diundang Pak melalui media sosial diajak teman nanti dapat duit di sana, dapat makan, tiket kereta sudah disiapin truk sudah disiapin bus sudah disiapin tinggal datang ke sana lempar-lempar saja," tandasnya.
5. Api cepat membesar bakar halte
Unjuk rasa yang terjadi di Jakarta terbilang janggal.
Tribunnews.com melaporkan aksi kerusuhan di wilayah Jalan Thamrin dan kawasan Harmoni Jakarta kemarin.
Dalam aksi itu sejumlah fasilitas umum dibakar.
Diantaranya adalah halte Transjakara.
Beberapa dari halte itu terbakar dengan begitu cepat.
Namun tidak diketahui siapa pelakunya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, total 20 halte di Jakarta rusak dalam aksi yang digelar pada Kamis (8/10/2020) kemarin ini.
"Total kerusakan ada 20 halte. Diperkirakan kerugian sekitar lebih Rp 55 miliar," kata Anies seusai meninjau halte Bundaran HI, Jumat (9/10/2020).
Pihaknya akan memeriksa detail kerusakan tersebut pada hari ini, untuk segera diperbaiki.
"Hari ini akan dilakukan review atas kerusakannya. Nanti sesegera mungkin kita susun langkahnya."
"Tapi kita ingin ini berfungsi cepat seperti juga kebersihan," kata Anies, dikutip dari Kompas.com.
Sumber: Tribunnews.com/Tribun Sumsel/Kompas.com/Tribun Jakarta