KLHK: Perhutanan Sosial Masuk di UU Cipta Kerja, Wujud Nyata Keberpihakan Pemerintah
Dengan masuknya Perhutanan Sosial dalam UU Cipta Kerja atau yang biasa disebut UU Omnibus Law, itu merupakan wujud nyata keberpihakan Pemerintah
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama ini program Perhutanan Sosial terbukti memberi kepastian hukum dan meningkatkan perekonomian masyarakat desa hutan.
Dengan masuknya Perhutanan Sosial dalam UU Cipta Kerja atau yang biasa disebut UU Omnibus Law, itu merupakan wujud nyata keberpihakan Pemerintah pada masyarakat.
“Dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, Perhutanan Sosial, mampu memulihkan perekonomian masyarakat. Banyak produk terkait dengan Perhutanan Sosial menjadi roda penggerak ekonomi masyarakat yang memanfaatkan program Perhutanan Sosial,” ujar Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, Jumat (9/10) menanggapi UU Cipta Kerja yang mengakomodir Perhutanan Sosial.
Baca: KLHK-Disdikbud Rancang Kurikulum Terkait Perubahan Iklim Bagi Anak Sekolah
Baca: Gugatan KLHK Dikabulkan, PT Kaswari Unggul Wajib Bayar Ganti Rugi Lingkungan Rp 25,6 Miliar
Bambang Hendroyono menegaskan, keberpihakan pemerintah pada masyarakat sangat nyata dalam UU Cipta Kerja ini karena memberikan kepastian hukum pada masyarakat yang berada di sekitar hutan dan kawasan hutan, melalui akses legal dalam UU Cipta Kerja ini.
“Inilah perhatian serius pemerintah yang diimplementasikan dalam sebuah UU, yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, baik secara perseorangan, komunitas, maupun dalam kelompok seperti koperasi,” ujar Bambang Hendroyono.
“Kepastian hukum yang dimaksud dengan adanya UU Cipta Kerja, maka petani kecil atau masyarakat adat tidak boleh ada kriminalisasi. Sebelumnya, UU cukup kejam, bahkan istilahnya dulu di hutan konservasi itu “ranting tak boleh patah, nyamuk tak boleh mati.“
Petani yang tidak mengerti, tidak sengaja melakukan kegiatan di dalam hutan, atau bahkan sebetulnya mereka sudah berumah di hutan, bisa langsung berhadapan dengan hukum.
Sekarang ada pengenaan sanksi administratif, bukan pidana, dan kepada masyarakat tersebut, dilakukan pembinaan dan diberikan legalitas akses. Istilahnya dalam UU berupa kebijakan penataan kawasan hutan seperti Perhutanan Sosial.
UU Cipta Kerja sangat berpihak kepada masyarakat, mengedepankan restorative justice. Penegakan hukum bagi perusak lingkungan juga semakin jelas, tegas, dan lebih terukur.
Dari aspek kepastian hukum itu lanjut Bambang, masyarakat yang sudah memiliki izin dan akses pengelolaan hutan dalam program Perhutanan Sosial ini akan diberikan bantuan fasilitasi dalam bentuk sarana produksi, bantuan pendampingan, bantuan bibit pohon, sarana dan peralatan produksi dan kemudian dilanjutkan dengan pelatihan-pelatihan yang sesuai untuk mempercepat produksi.
“Semua ini tidak lain untuk terus meningkatkan produksi. Kita sudah membuktikan produksi petani di areal Perhutanan Sosial meningkat di masa Covid-19 ini. Kita berharap, mereka nantinya menjadi pelaku usaha yang terus meningkat hasilnya dan tentunya kesejahteraan, sebagaimana tujuan utama dari Presiden Jokowi dalam Program Perhutanan Sosial ini,” papar Bambang.
Perhutanan Sosial adalah Sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
Pemerintah untuk periode 2015-2019 mengalokasikan 12,7 juta hektare untuk Perhutanan Sosial. Memang dalam RUU Cipta Kerja di antara Pasal 29 dan Pasal 30 UU Kehutanan disisipkan 2 (dua) pasal baru yakni Pasal 29A dan Pasal 29B. Pasal 29A mengatur pemanfaatan Hutan Lindung dan Hutan Produksi dapat dilakukan kegiatan Perhutanan Sosial yang dapat diberikan kepada perseorangan, kelompok tani hutan dan koperasi.
Selanjutnya Pasal 29B mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan berusaha pemanfaatan hutan dan kegiatan Perhutanan Sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pertama Kali
Sebelumnya dalam keterangan bersama para menteri terkait UU Cipta Kerja, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, UU Cipta Kerja bidang KLHK mencakup masalah lingkungan hidup dan kehutanan. Salah satunya soal Perhutanan Sosial.
“Perizinan berusaha bukan hanya ditekankan untuk swasta, tapi juga diangkat di situ perizinan untuk perhutanan sosial. Untuk pertama kalinya, Perhutanan Sosial masuk dalam undang-undang. Ini hal yang sangat positif," ujar Siti Nurbaya.
“Terima kasih kepada Panja Baleg yang memutuskan masuknya Perhutanan Sosial. Sangat membantu bagi masyarakat, “ lanjut Menteri Siti.
Menteri Siti menegaskan, UU Cipta Kerja sangat berpihak pada masyarakat. Menurutnya, tidak akan ada lagi kriminalisasi terhadap masyarakat di kawasan hutan atau masyarakat adat.
"UU Cipta Kerja ini, bagi subjek Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu jelas menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat. Yaitu, bisa kita lihat dalam UU ini, mengedepankan restorative justice, apa-apa bukan main pidana, masyarakat tidak gampang dikriminalisasi, misalnya," papar Siti.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.