Tempuh Judicial Review ke MK soal Omnibus Law, Konfederasi Sarbumusi Akan Koordinasi dengan PBNU
Maraknya gelombang protes usai disahkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, Konfederasi Sarikat Buruh
Penulis: Reza Deni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Maraknya gelombang protes usai disahkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) selaku Organisasi Badan Otonom Nahdlatul Ulama (Banom NU) pun mengambil sejumlah sikap.
Salah satunya rencana Sarbumusi dan juga PBNU melakukan langkah judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Terkait Judicial Review, kami akan koordinasi dengan PBNU, karena kalau PBNU secara makro atau keseluruhan, nah kita apakah akan sendiri-sendiri per sektor (akan dikoordinasikan), karena ada beberapa klaster di sana," kata Wasekjen Sarbumusi Dalail kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).
Baca: Ace Hasan Bantah Tuduhan Pembahasan UU Cipta Kerja Tak Libatkan Organisasi Pekerja dan Buruh
Proses kajian menuju Judicial review ke MK, dikatakan Dalail, akan dimatangkan dan dilaksanakan paling cepat satu bulan, atau per 5 November 2020.
"Jadi Judicial Review itu kan panjang juga tidak serta-merta diajukan langsung putus, bisa jadi itu setahun kemudian baru putus. Kalau sarikat semua mengajukan JR, maka menjadi panjang ini persoalannya. Kita masih membagi skema apakah per sektor atau per isu, yang jelas kita lagi mengasesmen dampak," lanjut Dalail.
Adapun poin dampak yang paling disoroti Sarbumusi yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan outsourcing, serta soal pesangon yang awalnya 32 bulan menjadi 25 bulan.
Kedua isu itu dinilai sangat liberal dan tak berpihak kepada buruh, padahal Sarbumusi masuk dalam pembahasan dengan DPR RI bersama sarikat buruh lainnya seperti KSPSI Yoris Raweyai, KSPN, dan KSBSI.
Baca: Perusak 3 Mobil Polisi Saat Demo di Palembang Bukan Buruh ataupun Mahasiswa
"Banyak perbedaan. Justru inilah yang membuat kita kecewa. Apa yang sudah kita usulkan secara Tripartite, asumsi kita adalah karena ini Tripartite, maka ini sudah mengakomodasi 3 lepentingan, baik pengusaha, pekerja dan juga pemerintah, tapi kenapa Presiden tidak mengakomodasi dalam draft perubahannya?" kata Dalail.
Selain itu, Sarbumusi juga meminta agar Presiden Jokowi menerbitkan PERPPU terkait UU Ciptaker.
Baca: Mulai Hari Ini Tak Ada Lagi Aksi Buruh Tolak Undang-Undang Cipta Kerja
"Meminta dengan tegas kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo untuk menerbitkan PERPPU atas UU Cipta Kerja, apabila dalam kurun waktu 1 tahun masa berlaku UU Cipta Kerja tidak ada investasi yang signifikan masuk ke Indonesia," pungkas Dalail.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut ketidakpuasaan atas Undang-Undang Cipta Kerja bisa ditempuh dengan cara yang sesuai kontitusi.
Cara tersebut, kata Mahfud, yaitu dengan menyalurkannya dalam proses pembuatan Peraturan Pemerintah, Perppres, Permen, dan Perkada sebagai delegasi Perundang-undangan.
Bahkan, kata dia, bisa diajukan melalui mekanisme Judicial Review atau uji materi maupun uji formal ke Mahkamah Konstitusi.
"Pemerintah menghormati kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi terkait dengan UU Cipta Kerja sepanjang semua itu dilakukan dengan damai, menghormati hak-hak warga yang lain dan tidak mengganggu ketertiban umum," kata Mahfud.
--