Pandangan Pengamat soal Demo Penolakan UU Cipta Kerja yang Berakhir Ricuh
Menurut dia, memang tidak semua aksi demonstrasi murni untuk menyampaikan aspirasi atau tuntutan belaka.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi demonstrasi menolak disahkannya UU Cipta Kerja terjadi di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir.
Di sejumlah tempat, aksi tersebut berakhir dengan kericuhan dan bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Pemerintah menuding aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat lain ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu.
Pengamat Politik Emrus Sihombing menilai, unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja beberapa hari yang lalu terkesan adanya aksi menunggangi satu sama lain.
Baca: Menaker Dapat Tugas Rumuskan Peraturan Pemerintah Lengkapi UU Cipta Kerja
"Karena prinsipnya manusia itu saling menunggangi. Kalau saya mengatakan, di situ saling menunggangi antara satu pihak dengan pihak yang lain," kata Emrus kepada wartawan, Minggu (11/10/2020).
Namun, ia tidak bisa memastikan siapa aktor dominan yang menunggangi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Namun secara teoritis dan hipotesis, Emrus mengatakan, aktor politik yang berada di luar lapangan terlihat lebih dominan.
"Menurut saya perlu dilakukan kajian mendalam ihwal hal tersebut (siapa aktor dominan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja)," ujarnya.
Di sisi lain, menurut pandangan Emrus, tidak ada pilihan bagi pemerintah untuk mengajak dialog, berkomunikasi, dan menampung aspirasi aktor di balik demonstrasi kemarin. Tentu, tidak semua aspirasi harus diakomodasi atau diterima. Semua harus dikompromikan.
Ia pun meminta agar akses masyarakat terkait isi atau substansi UU Cipta Kerja dapat segera dibuka seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan dapat menghilangkan keraguan dan pertentangan yang selama ini terjadi.
"Ketika sudah ada perbaikan, lebih cepat (akses masyarakat mendapatkan draf UU Cipta Kerja) lebih baik. Semua harus clean and clear," katanya.
Menurut Emrus, saat ini sangat diperlukan keterbukaan dan transparansi terkait seperti apa isi atau substansi pasal-pasal yang masih dianggap kontroversial oleh masyarakat.
Dengan demikian maka keraguan publik dapat segera diatasi dan meminimalisasi gejolak yang mungkin kembali terjadi.
Sebelumnya, Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, saat menjawab pertanyaan jurnalis Budiman Tanuredjo dalam acara Satu Meja The Forum KompasTV, Rabu (7/10/2020), menilai aksi menolak UU Cipta Kerja ditunggangi pihak tertentu.
Saat itu, Budiman bertanya apakah demo ditunggangi kepentingan politik di 2024.
"Jadi, menurut Pak Luhut, memang ada yang menunggangi ini untuk ambisi politik 2021 ya?" tanya Budiman sebagaimana dikutip dari TribunWow, Sabtu (10/10/2020).
Luhut pun mengiyakan. "Ya pasti ada lah, enggak usah orang pintar juga melihatnya ada. Ya kan pemerintah punya tools-nya juga untuk itung-itungan, apa sih susahnya itu?" kata Luhut.
Untuk itu, Luhut mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak memanfaatkan situasi genting demi kepentingan pribadi atau golongan.
"Jadi jangan spirit tuh 'saya pengen kuasa, saya pengen pemerintah ini diganggu' jangan begitu."
"Nanti kalau mau menjadi pejabat, jadi presiden ya tahun 2024, itu kan sudah ada waktunya," ujar dia.