Tolak UU Cipta Kerja, GMNI Tegaskan Tempuh Judical Review ke MK
Arjuna menegaskan langkah GMNI selanjutnya. Menempuh jalur litigasi. Yaitu judicial review (JR).
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) kembali menegaskan sikapnya menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Dalam memperjuangkan sikapnya DPP GMNI akan menempuh langkah hukum dengan mengajukan 'judical review' ke Mahkamah Konstitusi setelah mengawalinya dengan aksi demonstrasi bersama-sama dengan elemen buruh.
Penegasan itu disampaikan Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (12/10/2020).
"Yang kita soroti, bagaimana pengelolaan tanah. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tidak mampu dijalankan oleh negara ini. Kemudian ada bank tanah," kata Arjuna, menyampaikan salah satu alasan penolakan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Draf Undang-Undang Cipta Kerja Menyusut Jadi 812 Halaman, Begini Penjelasan Sekretaris Jenderal DPR
Arjuna memahami kepentingan negara dalam UU tersebut adalah untuk menumbuhkan investasi. Namun, aturan itu harus dikritisi, jangan sampai merugikan bangsa Indonesia.
Ia membeberkan sejumlah alasan penolakan terhadap UU Omnibuslaw diantaranya adalah persoalan upah minimum.
Menurutnya, beleid tersebut dinilai bisa menimbulkan ancaman kerusakan lingkungan karena tak ada sanksi tegas bagi korporasi yang merusak lingkungan.
Selain itu, pengaturan soal pertambangan yang membuka peluang terjadinya kongkalikong antara pengusaha tambang dengan pembuat kebijakan.
"UU Cipta Kerja ini untuk investasi. Tapi tidak boleh merampas hak-hak masyarakat. Mengundang investasi silakan. Tapi tidak boleh merusak alam dan merugikan masyarakat," kata ketua umum yang terpilih pada Kongres GMNI di Ambon, tahun 2019 itu.
Menurut Arjuna, pembahasan terhadap undang-undang ini terkesan tertutup. Juga kurang partisipatif. Dalam artian, hanya sedikit melibatkan partisipasi masyarakat.
Arjuna menegaskan langkah GMNI selanjutnya. Menempuh jalur litigasi. Yaitu judicial review (JR).
"Omnibus law tak bisa sesimpel itu. Maka dari itu, DPP GMNI menilai, ada peluang untuk digugat secara konstitusional. Kita review (JR) ke MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Arjuna.
Dalam forum diskusi yang sama, pimpinan maupun perwakilan pimpinan pusat organisasi yang hadir, di antaranya sepakat. Melakukan hal sama. Yakni upaya litigasi (judicial review).
Aldo mewakili PP PMKRI, mengatakan, Judisial Review menjadi komitmen awal organisasinya. Selain melakukan upaya aksi massa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.