Kemen PPPA Ungkap Kasus Kekerasan Pada Anak Dapat Terjadi di Sarana Bermain
Oleh karena itu Kemen PPPA mendorong penyediaan ruang bermain ramah anak lewat infrastruktur pendukung
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan kasus kekerasan pada anak tak dipungkiri kerap terjadi di sarana bermain.
Oleh karena itu Kemen PPPA mendorong penyediaan ruang bermain ramah anak lewat infrastruktur pendukung yang harus terus diupayakan.
“Kita mendorong anak berada pada lingkungan yang aman dan nyaman,” kata Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA Lenny Rosalin dalam webinar Senin (12/10/2020).
Lenny Rosalin menyebut meski ruang bermain di berbagai daerah telah banyak tersedia, namun sarana dan prasarananya masih banyak yang belum ramah anak.
Baca juga: Pandemi Covid-19, Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum Melonjak
Kondisi ini menurutnya menyebabkan anak dapat menjadi korban tindak kekerasan.
“Inilah konsep perlindungan anak, agar anak tidak menjadi korban. Sering kali kejadian atau kasus kekerasan pada anak terjadi di ruang bermain,” kata Lenny.
Padahal salah satu hak anak menurut Konvensi Hak Anak (KHA) yaitu bermain.
Baca juga: Motif Residivis Pemerkosa Ibu Muda dan Pembunuh Anak 9 Tahun Terungkap, Kini Terancam Hukuman Mati
Lenny menjelaskan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) adalah ruang yang dinyatakan sebagai tempat dan atau wadah yang mengakomodasi kegiatan anak bermain dengan aman dan nyaman.
Anak juga terlindungi dari kekerasan dan hal-hal lain yang membahayakan, dan anak tidak dalam situasi dan kondisi diskriminatif.
Baca juga: 5 Anak di Bawah Umur Pelaku Perusakan dan Pencurian di Sekolah, Hasil Curian Buat Main di Warnet
“(Banyak) ruang bermain yang belum ramah anak yaitu seperti mudah gelap, lokasinya menciptakan kondisi yang tidak ada pengawasan di sana, dan banyak lagi,” ujarnya
Lenny menjelaskan menciptakan ruang publik dan infrastruktur yang ramah anak seperti RBRA adalah upaya menjamin pemenuhan hak anak dan menciptakan kawasan atau wilayah yang mendukung proses tumbuh kembang anak.
Di samping hal tersebut juga merupakan salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak untuk mencapai Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030.
“Kemen PPPA ingin ini (ramah anak) menjadi inovasi dalam menata kota. Kalau infrastruktur layak bagi anak maka akan layak bagi semua usia.
Untuk itu, Kemen PPPA ingin menggalang sinergi dengan Perguruan Tinggi untuk mewujudkan infrastruktur ramah anak (IRA).
Sinergi perguruan tinggi menurut Lenny dalam mengembangkan wilayah dan infrastruktur ramah anak dapat dilakukan melalui pendidikan, seperti bahan ajar atau mata kuliah terkait wilayah dan infrastruktur ramah anak.
Bisa juga diwujudkan dalam riset dan inovasi terkait wilayah dan IRA, serta pengabdian masyarakat.
“Semua harus layak dan ramah anak, kita berikan perlindungan agar nantinya saat dewasa anak betul-betul menjadi SDM (sumber daya manusia) yang unggul,” jelas Lenny.
“Kuncinya terletak pada designing for kids designing with kids (merancang untuk anak, merancang bersama anak). Dalam prosesnya sejak mendesign anak-anak dilibatkan,” lanjutnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.