Indonesia Masuk 10 Besar Negara Pengutang Besar, DPR: Sudah Masuk Tingkat Waspada
posisi utang luar negeri Indonesia hingga 2019 sebesar 402,08 miliar dolar AS dan membuat RI menempati posisi ke-7 negara yang memiliki utang luar
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Marwan Cik Asan menyoroti utang luar negeri Indonesia yang mencapai 402,08 miliar dolar AS atau sekitar Rp 5.940 triliun.
"Utang luar negeri pemerintah yang semakin besar menimbulkan konsekuensi pada rasio antara beban bunga utang dan belanja pemerintah meningkat," ujar Marwan kepada wartawan, Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Berdasarkan laporan Bank Dunia, posisi utang luar negeri Indonesia hingga 2019 sebesar 402,08 miliar dolar AS dan membuat RI menempati posisi ke-7 negara yang memiliki utang luar negeri terbesar.
Menurut Marwan, dengan utang tersebut, maka ruang fiskal pemerintah akan semakin terbatas dan dapat dimungkinkan pemerintah akan mengurangi subsidi dan belanja produktif untuk membayar bunga utang.
Baca juga: Indonesia Resmi Berstatus Upper Middle Income Country dari Bank Dunia, Apa Saja Keuntungan?
"Untuk tahun berikutnya dipastikan pemerintah akan membayar bunga dan pokok pinjaman utang jatuh tempo dari penarikan utang baru (konsep gali lubang tutup lubang)," papar Anggota Komisi XI DPR itu.
Peningkatan jumlah utang tersebut, kata Marwan, telah menaikan angka debt service ratio (DSR) Indonesia, di mana data statistik utang luar negeri semester I 2020 menunjukkan, DSR Indonesia telah mencapai 29,5 persen.
Angka tersebut, dinilai Marwan, telah melewati batas aman DSR yang ditetapkan IMF sebesar 25 persen.
"Kondisi ini mengindikasikan bahwa penambahan utang luar negeri tidak disertai dengan peningkatan kinerja ekspor dan komponen penambahan devisa lainnya. Dengan DSR di atas 25 persen, artinya jumlah utang Indonesia kini sudah masuk pada tingkat waspada," papar Marwan.
Marwan meminta pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap peningkatan utang luar negeri swasta, karena 89 persen utang luar negeri swasta berdenominasi dolar AS.
"Ini akan sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar dan bisa bisa menyebabkan dampak krisis semakin besar ke ekonomi," papar Marwan.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu pun meminta pemerintah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang menyebut, pengelolaan utang pemerintah kurang efektif untuk menjamin biaya minimal dan resiko terkendali.
"Terhadap temuan tersebut, pemerintah perlu segera menindaklanjutinya untuk menyelamatkan ekonomi dan pengelolaan fiskal pemerintah," papar Marwan.
Warisan Belanda
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, dari sisi ekonomi waktu Indonesia merdeka diberikan warisan oleh Belanda tidak hanya perekonomian yang rusak, tapi juga utang fantastis.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.