Respons Kemenlu Sikapi Pro Kontra Kunjungan Menhan Prabowo Subianto ke Amerika Serikat
Prabowo Subianto melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) yang rencananya berlangsung pada 15-19 Oktober 2020.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) yang rencananya berlangsung pada 15-19 Oktober 2020.
Kunjungan tersebut menimbulkan pro kontra, terlebih sejumlah isu HAM yang terjadi di dalam negeri pernah dialamatkan kepada Prabowo.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) lewat Dirjen Dirjen Kerjasama Multilateral, Febrian Alphyanto Ruddyard menjelaskan kunjungan Menhan Prabowo Subianto merupakan hak prerogratif negara memberikan status resmi pada delegasi yang akan melakukan kunjungan ke suatu negara.
Baca juga: Prabowo Incar Jet Tempur F-35, Seberapa Canggih Pesawat Siluman Itu? Bandingkan dengan Sukhoi-35
“Kita bukan lagi bicara kapasitas personal. Kalau kita lihat perundingan multilateral misalnya harus ada surat yang ditandatangani Menteri Luar Negeri. Nah itu adalah status kita mulai dari sana, itu tidak akan dikejar lagi,” ujarnya secara virtual, Jumat (16/10/2020).
Menurutnya dalam konteks multilateral, jika seseorang setujui sebagai delegasi Indonesia lewat pernyataan surat presidensial, itu sudah final.
Diterangkannya, bila hadir sebagai Menhan itu sebagai status yang diberikan oleh negara kepada yang bersangkutan, itu tidak bisa dilihat lagi secara personal.
Baca juga: Prabowo Subianto Sudah di Amerika Sejak Kamis
“Saya rasa itu jelas, tapi jika dikaitkan isu lain yang digoreng, tentu tetap ada,” kata Febri
“Tapi ini mengenai pandangan personal saya mengenai status yang menempel pada delegasi yang hadir dan ada etika dunia internasional untuk menghormati status yang diberikan pemerintah kepada utusannya atau orang yang mewakili. Itu final,” lanjutnya.
Sebelumnya Menhan Prabowo diketahui melakukan kunjungan ke AS lewat Jubir Kedubes AS di Indonesia, Mike Quinlan kepada media.
Ia mengatakan kunjungan tersebut untuk membahas serangkaian kerja sama Indonesia dan AS di bidang pertahanan dan terkait vaksin.
Mike mengatakan pertemuan dengan Menhan AS, Mark Esper, akan menjadi agenda perdana Prabowo yang akan digelar hari ini, Jumat (16/10/2020) di Pentagon.
Tanggapan Kedubes AS di Jakarta
Juru Bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat ( AS) di Jakarta Michael Quinlan mengatakan, pertemuan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menhan Amerika Serikat Mark Esper akan membahas sejumlah hal.
"Topik yang akan dibahas meliputi masalah regional, masalah perdagangan, kerja sama keamanan, aktivitas kemiliteran, dan upaya respons Covid-19," ujar Mike dalam keterangannya, Kamis (15/10/2020).
Mike menyebut, pertemuan Prabowo dan Mark Esper akan berlangsung di Gedung Pentagon, Jumat (16/10/2020) waktu AS.
Baca juga: Jubir Menhan Prabowo: Kita Hormati Pihak yang Kritik Kunjungan ke AS
Menurut Mike, pertemuan itu juga untuk memperkuat hubungan bilateral di bidang pertahanan Indonesia-AS.
Prabowo akan menghadiri pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi pemerintahan AS di Gedung Pentagon.
Kehadiran Prabowo di Pentagon itu guna memenuhi undangan Menteri Pertahanan AS Mark Esper, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, kehadiran Prabowo di AS disorot tajam oleh aktivis HAM dalam negeri.
Sorotan tajam muncul lantaran Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan visa untuk Prabowo.
Adapun AS memasukkan nama Prabowo ke daftar hitam orang-orang yang dilarang masuk ke AS selama lebih dari dua dekade.
Sebab, Prabowo diduga terlibat dalam pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia.
Amnesty International beserta enam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang HAM bahkan mendesak Presiden Donald Trump turun tangan demi membatalkan kunjungan Prabowo ke AS.
"Prabowo Subianto adalah mantan jenderal Indonesia yang telah dilarang sejak 2000 memasuki AS karena dugaan keterlibatan langsungnya dalam pelanggaran hak asasi manusia," kata kelompok aktivis HAM dalam sebuah surat kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
Adapun surat tersebut memuat berbagai organisasi pengawas HAM, antara lain dari Amnesty Internasional, Amnesty Internasional Indonesia, Imparsial, dan Kontras.