Pimpinan KPK Soal Mobil Dinas: Malu-malu Tapi Mau
Nurul Ghufron mempersilakan publik menilai usai lembaga tempatnya bekerja dikritik terkait pengadaan mobil dinas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mempersilakan publik menilai usai lembaga tempatnya bekerja dikritik terkait pengadaan mobil dinas.
Salah satu kritikan keras diketahui datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Hedon! Itu pernyataan ICW karena KPK menganggarkan mobil dinas dan opersional KPK 2021. Saya berterima kasih atas perhatian ICW sebagai subyek yang dinilai. Saya mempersilahkan publik untuk menilainya," kata Ghufron dalam keterangannya, Senin (19/10/2020).
Terkait apakah dirinya akan menerima mobil dinas tersebut, Ghufron menyampaikan pernyataan yang ambigu.
Ia justru mempersilakan pihak-pihak yang mengkritik untuk menyambangi rumah kontrakannya terlebih dahulu sebelum menuding dirinya bergaya hidup mewah.
"Saya tidak akan menerima, pun tidak akan menolak. Silahkan saja ke rumah saya, untuk melihat rumah kontrakan saya, lihat makanan saya, lihat kendaraan, pakaian dan semua yang ada. Setelah itu saya akan menerima apapun penilaiannya," ujar Ghufron.
Baca juga: Jika Pimpinan KPK Terima Mobil Dinas, Bagaimana dengan Tunjangan Transportasi Sebesar Puluhan Juta?
Dijelaskannya, KPK sebagai aparatur negara memang difasilitasi dengan transportasi.
Namun, menurut Ghufron, fasilitas tersebut diganti dengan tunjangan transportasi, sehingga selama ini pimpinan KPK menggunakan mobil pribadi untuk kegiatan dinasnya.
"Penganggaran mobil dinas tersebut sesungguhnya pun sudah beberapa kali dalam tahun-tahun anggaran sebelumnya diajukan ke DPR, bukan hanya tahun 2021 ini, namun karena kondisi ekonomi belum diberikan," jelasnya.
Ghufron mengatakan, standar dan harga mobil dinas itu pun semuanya telah diatur dan bukan ditentukan oleh KPK.
"Bahkan KPK meminta standar yang paling minim harganya. Apapun itu saya pribadi menyampaikan terima kasih atas perhatian publik, saya yakin itu karena cintanya pada KPK," kata Ghufron.
Sebelumnya, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut munculnya praktik hedonisme di lingkungan KPK tidak lagi mengagetkan berkaca dari kasus gaya hidup mewah Ketua KPK Firli Bahuri.
"Praktik hedonisme semacam ini tidak lagi mengagetkan. Sebab, Ketua KPK-nya saja, Firli Bahuri, telah menunjukkan hal serupa saat menggunakan moda transportasi mewah helikopter beberapa waktu lalu," kata Kurnia, Kamis (15/10/2020).
Menurut Kurnia, praktik hedonisme itu terlihat pada rencana pemberian mobil dinas dan tetap berlanjutnya pembahasan kenaikan gaji pimpinan KPK.
Padahal, KPK yang dilahirkan dengan semangat pemberantasan korupsi mestinya menjunjung tinggi nilai-nilai integritas termasuk kesederhanaan.
"Namun, seiring berjalannya waktu, nilai itu semakin pudar. Terutama di era kepemimpinan Firli Bahuri," ujar Kurnia.
Adapun rencana pemberian mobil dinas bagi pimpinan, Dewan Pengawas, dan pejabat struktural KPK ditinjau ulang setelah menuai kritik dari sejumlah pihak.
"Kami sungguh-sungguh mendengar segala masukan masyarakat dan karenanya kami memutuskan untuk meninjau kembali proses pembahasan anggaran untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut," kata Sekretaris Jenderal KPK Cahya dalam konferensi pers, Jumat (16/10/2020).