Ratusan Mahasiswa yang Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja Positif Covid-19, Paling Banyak di Jakarta
Kemendikbud menerangkan ratusan mahasiswa terpapar Covid-19 setelah mengikuti aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam angkat suara tentang ratusan mahasiswa yang dikabarkan positif Covid-19.
Nizam menuturkan, ratusan mahasiswa tersebut terpapar setelah mengikuti aksi unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja pada beberapa waktu lalu.
Mereka yang dinyatakan positif Covid-19 tersebar di sejumlah wilayah.
Informasi itu diperoleh Kemendikbud dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
"Setelah demo itu, tim Satgas Covid-19, Prof Wiku (Juru Bicara Satgas) melaporkan."
"Ada 123 mahasiswa yang positif kena Covid-19," kata Nizam dalam diskusi bertajuk ‘Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Kampus’, Minggu (18/10/2020).
Baca juga: Demokrat Sambut Baik Ide dan Gagasan Pembatalan UU Cipta Kerja Lewat Legislative Review
Secara rinci, Nizam menyebut, mayoritas kasus mahasiswa positif Covid-19 dilaporkan di DKI Jakarta (34 orang).
Disusul kemudian di Medan, Sumatera Utara sebanyak 21 orang.
Lalu di Surabaya, Jawa Timur ada 24 orang, dan di Bandung, Jawa Barat ada 13 orang.
"Jadi banyak, ada dimana-mana. Itu yang terdeteksi," kata Nizam, dikutip dari Kompas.com.
Ia menambahkan, sejak awal Kemendikbud telah mengeluarkan surat edaran yang disebarkan kepada seluruh pimpinan perguruan tinggi.
Baca juga: Fadli Zon: Pelajar dan Mahasiswa yang Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja Tidak Seharusnya Diancam
Hal itu lantaran agar mahasiswa diimbau tidak mengikuti unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.
Pasalnya, saat ini Indonesia tengah menghadapi situasi pandemi Covid-19.
Namun, ia menegaskan, tidak ada larangan yang diberikan kepada mahasiswa untuk mengikuti unjuk rasa di dalam surat edaran yang dikeluarkan.
Nizam menambahkan, para mahasiswa seharusnya melakukan kajian akademis terhadap UU Cipta Kerja yang disahkan.
Alih-alih turun ke jalan untuk ikut unjuk rasa menolak UU tersebut.
Baca juga: Prabowo Sebut Demo Tolak UU Ciptaker Dimanfaatkan Pihak Tertentu, Jubir Gerindra: Berdasarkan Ilmu
"Kampus kekuatan utamanya kan di intelektualitas, adik-adik mahasiswa itu intelektualitas muda."
"Yang mestinya memberikan masukan-masukan dengan kajian-kajian intelektual yang kuat."
"Dan Insya Allah semua itu pasti juga kita teruskan," katanya.
Menurut nya, sejumlah masukan yang diterima Kemendikbud dari berbagai pihak terkait klaster pendidikan di UU itu juga telah disampaikan ke Badan Legislasi DPR.
"Alhamdulillah dengan masukan berbagai pihak itu, akhirnya klaster pendidikan dikeluarkan dari omnibus law. Itu fakta tidak terbantahkan," terangnya.
Pakar telah mengingatkan risiko penularan Covid-19
Banyak pakar epidemiologi yang telah mengingatkan bahaya dari berkerumunan di tengah pandemi.
Satu di antaranya, pakar epidemiologi Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman.
Dicky telah mengingatkan potensi penularan virus corona di tengah aksi unjuk rasa.
"Berkumpulnya massa dalam jumlah besar seperti unjuk rasa ataupun kampanye pemilihan kepala daerah, pasti akan meningkatkan risiko penularan."
"Untuk mencegah tentu dengan meredam sumber masalahnya agar tidak ada unjuk rasa."
"Tapi, di luar ranah epidemiologi," ungkap Dicky pada 9 Oktober lalu, masih dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Senada dengan Prabowo, Pengamat Menilai Aksi UU Cipta Kerja Rawan Ditunggangi: Bisa Segelintir Elite
Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra juga mengatakan serupa.
Menurutnya, keputusan pemerintah mengesahkan UU di tengah situasi pandemi kurang tepat.
Di luar isu sosial dan politik, terbitnya aturan ini berpotensi memperburuk upaya pengendalian penularan virus corona di masyarakat.
"Terbitnya UU ini jelas disadari akan menimbulkan polemik dan kegaduhan."
"Hal ini menjadi ironi ketika pemerintah meminta masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan."
"Di sisi lain, pemerintah juga memicu terjadinya kegaduhan yang menyebabkan penularan semakin besar," pungkas Hermawan.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Dani Prabowo)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.