Kepuasan Publik di Bawah 50 Persen, Saatnya Jokowi Reshuffle Kabinet?
Satu tahun sudah usia pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu tahun sudah usia pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.
Sejumlah catatan dan evaluasi pun telah disampaikan berbagai pihak. Mulai dari aktivis, akademisi, politisi hingga pejabat pemerintah.
Hasil survei Litbang Kompas yang dilansir, Selasa (20/102020) kemarin, menunjukkan sebesar 46,3 persen responden merasa tidak puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin selama satu tahun terakhir.
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Komnas HAM Sebut Perlindungan terhadap Jurnalis Jadi Isu Pinggiran
Isu reshuffle kembali berembus karena beberapa menteri pembantu presiden Jokowi dinilai tidak maksimal bekerja.
Isu perombakan kabinet sebelumnya juga pernah mengemuka saat kabinet pemerintahan Jokowi baru berjalan tiga bulan.
Baca juga: Satu Tahun Jokowi-Maruf, Epidemiolog: Pandemi Bisa Jadi Momentum Perbaikan Kualitas Kesehatan
Namun saat itu, Jokowi tidak melakukan perombakan kabinet pemerintahannya. Kini setahun telah berlalu, apa presiden bakal mengocok ulang susunan kabinetnya?
Kemarin, Selasa (21/10/2020), Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti telah menyampaikan evaluasinya tehadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Aisah Putri Budiarti menyoroti buruknya koordinasi di tingkat menteri Kabinet Indonesia Maju dalam satu tahun ini.
Baca juga: Arief Poyuono: Jokowi Enggak Perlu Terbitkan Perppu Untuk UU Cipta Kerja
Aisah pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap jajaran pembantunya di tingkat eksekutif.
"Kalau diperlukan reshuffle itu wajar dan sah-sah saja, justru perlu dilakukan jika tidak memiliki kapasitas yang memumpuni," papar Aisah dalam diskusi online, Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Aisah menjelaskan, evaluasi tersebut tidak hanya pada individu menterinya saja, tetapi perlu mengatasi persoalan sistem kabinetnya atau sistem kerjanya selama ini.
"Antara menteri satu dengan menteri lainnya suka tidak sama, misalnya saat dilarang pulang kampung. Ini problem koodinasi yang harus dipecahkan, agar empat tahun ke depan lebih efektif bekerja," papar Aisah.
Aisah juga melihat beberapa menteri tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi) secara maksimal dalam satu tahun ini.
"Setengah dari menteri juga tidak memiliki latar belakang dekat dengan birokrasi pemerintahan. Ini pastinya menyulitkan untuk bekerja," ucapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.