Seusai Diperiksa KPK, Tersangka Kasus Korupsi e-KTP Ini Masih Melenggang Bebas
Penyidik KPK rampung memeriksa mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.
Isnu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP sejak 13 September 2019. Namun usai pemeriksaan tadi, KPK belum menahan Isnu.
Begitu keluar dari Gedung Merah KPK Jakarta, Senin (2/11/2020), Isnu tampak diam. Mengenakan masker hingga faceshield, ia tidak berbicara apapun terkait hasil pemeriksaannya.
Baca juga: KPK Respons Permintaan ICW Agar Novel Baswedan Dilibatkan Cari Harun Masiku
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, Isnu diperiksa kapasitasnya sebagai tersangka. Tim penyidik berusaha menggali peran Isnu dalam memuluskan pembagian pekerjaan proyek e-KTP kepada anggota konsorsium.
Diketahui dalam proyek e-KTP tersebut, Isnu juga merupakan Ketua Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
“Penyidik masih terus mendalami posisi dan peran aktif yang bersangkutan selaku Dirut Perum PNRI maupun leader Konsorsium PNRI dalam pelaksanaan lelang dan pelaksanaan pembagian pekerjaan proyek e-KTP kepada anggota konsorsium,” kata Ali dalam keterangannya, Senin (2/11/2020).
Isnu sebelumnya pernah diperiksa KPK pada Senin (19/10/2020). Saat itu, penyidik KPK menggali peran aktif Isnu dalam kasus e-KTP tersebut.
Selain Isnu, pada 13 September 2019 KPK menetapkan tiga tersangka baru lain dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Tiga tersangka lainnya yaitu mantan Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi (HSF), Anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PST).
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: KPK Telusuri Jejak Mobil Pelat RFO yang Digunakan Hiendra Soenjoto Saat Buron
Adapun peran dari tersangka Isnu disebut bahwa pada Februari 2011 setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang e-KTP, pengusaha Andi Agustinus dan tersangka Isnu menemui mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek e-KTP.
Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI. Kemudian tersangka Isnu, tersangka Paulus, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI.
Selanjutnya, pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan e-KTP.
Pada pertemuan selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di konsorsium PNRI.
Andi Agustinus, Paulus, dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan konsorsium PNRI maka ada komitmen ‘fee’ untuk pihak di DPR RI, Kemendagri, dan pihak lain.
Tersangka Isnu juga sempat menemui tersangka Husni untuk konsultasi masalah teknologi dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik e-KTP pada 2009.
Tersangka Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun. Pada 30 Juni 2011, Konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan e-KTP Tahun Anggaran 2011-2012.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek e-KTP itu.