Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Baru Disahkan, Pasal UU Cipta Kerja Kembali Jadi Kontroversi karena Kesalahan, Pakar: Sangat Fatal

Pakar Hukum Tata Negara dari UNS, Agus Riewanto mengatakan kesalahan dalam Pasal UU Cipta Kerja sangat fatal.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Daryono
zoom-in Baru Disahkan, Pasal UU Cipta Kerja Kembali Jadi Kontroversi karena Kesalahan, Pakar: Sangat Fatal
Tribunnews/JEPRIMA
Massa aksi buruh dan Mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020). Pada aksi tersebut mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo untuk menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dianggap tidak berpihak kepada buruh. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Undang-Undang (UU) Cipta Kerja baru saja disahkan Presiden Joko Widodo menjadi UU dengan Nomor 11 Tahun 2020 pada Senin (2/11/2020) malam.

Hal itu setelah Presiden Jokowi menandatangani omnibus law UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang terdiri sebanyak 1.187 halaman ini.

Meski telah disahkan menjadi UU, rupanya masih ada kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan.

Publik pun mendapati adanya kesalahan dalam Pasal 6 merujuk pada ayat 1 huruf a pasal 5.

Namun, dalam UU tersebut Pasal 5 ditulis tanpa ayat ataupun huruf dalam turunannya.

Pengamat Hukum Ketatanegaraan dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto. (Tribunnews/ISTIMEWA)

Baca juga: Sederet Pasal Kontroversial UU Cipta Kerja yang Resmi Berlaku, Pekerja Terancam Kontrak Seumur Hidup

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto ikut menanggapi kesalahan satu pasal tersebut.

Menurutnya, satu di antara kesalahan tersebut disebabkan banyaknya Undang-Undang yang dirujuk.

Berita Rekomendasi

Bahkan, bisa dibilang menjadi Undang-Undang paling tebal yang dimiliki dalam sejarah perundang-undangan di Indonesia.

"Kalau dilihat dari aspek legal drafting, ilmu tentang perancangan perundang-undangan, salah satu penyebab adanya kesalahan karena banyaknya Undang-Undang yang dirujuk."

"Akibatnya ketika membuat menjadi satu Undang-Undang yang disebut omnibus law itu, secara teknis memang menyulitkan perancangnya," kata Agus kepada Tribunnews, Selasa (3/11/2020).

Tangkapan layar bagian Pasal 5 dan 6 UU Cipta Kerja
Tangkap layar bagian Pasal 5 dan 6 UU Cipta Kerja yang baru disahkan Presiden Joko Widodo menjadi menjadi UU dengan Nomor 11 Tahun 2020 yang diakses dari laman Sekretariat Negara RI, Selasa (3/11/2020)

Baca juga: Pemerintah Akui Ada Kesalahan dalam UU Cipta Kerja yang Diteken Presiden, Tapi Hanya Teknis

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNS ini juga menjelaskan, kesalahan dalam UU ini sangat fatal.

Sebab, bila sudah disahkan, Undang-Undang tidak boleh ada kesalahan.

Termasuk kesalahan satu titik atau koma sekalipun.

"Kesalahan itu sebenarnya sangat fatal, karena Undang-Undang tidak boleh salah sama sekali," tegas Agus.

Menurutnya, kesalahan ini membuktikan ketidaktelitian perancang Undang-Undang.

Ribuan Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan 32 federasi buruh menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (2/11/2020). Demonstrasi yang dilakukan serentak di 24 provinsi itu untuk mendesak pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja serta kenaikan upah minimum tahun 2021. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ribuan Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan 32 federasi buruh menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (2/11/2020). Demonstrasi yang dilakukan serentak di 24 provinsi itu untuk mendesak pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja serta kenaikan upah minimum tahun 2021. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Baca juga: UU Cipta Kerja Resmi Ditandatangani Jokowi, Politikus PDIP: Kita Kawal Terus!

"Kalau ada kesalahan ini menujukkan ketidakcermatan perancang UU ini."

"Boleh jadi karena diburu oleh waktu, kemudian sangat tergesa-gesa dan terkesan tidak teliti dalam membaca pasal per pasal," katanya.

Padahal, Agus menuturkan, kesalahan yang ditemukan publik ini sangat mendasar.

"Itu sangat esensial, dari bunyi pasal itu, tapi rujukan itu tidak ada, ini berbahaya," tuturnya.

Kendati demikian, Agus menilai dari kesalahan ini, publik bisa mengambil hal positifnya.

Yakni, menjadi satu di antara bahan untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Massa aksi buruh dan Mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020). Pada aksi tersebut mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo untuk menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dianggap tidak berpihak kepada buruh. Tribunnews/Jeprima
Massa aksi buruh dan Mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020). Pada aksi tersebut mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo untuk menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dianggap tidak berpihak kepada buruh. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Baca juga: KSPSI: Buruh Bakal Kawal Setiap Sidang Gugatan UU Cipta Kerja di MK

"Dari sisi formal saja sudah tidak tepat, kemudian kalau dianggap sebagai materi yang tidak komplit, bisa diujikan ke MK."

"Materi yang dimuat ini bertentangan dengan konstitusi karena ada beberapa aspek yang merugikan warga negara," katanya.

Untuk itu, Agus menilai lebih baik publik mengambil kelemahan dari Undang-Undang ini menjadi kekuatan.

"Jadi menurut saya justru diambil positifnya saja, kelemahan yang dimiliki menjadi kekuatan bagi beberapa pihak."

"Artinya Undang-Undang ini memang tidak sempurna baik dari sisi formal maupun materi," kata Agus.

Kejanggalan dalam Pasal 6 UU Cipta Kerja

Sebelumnya diketahui, publik menemukan adanya kejanggalan dalam Pasal 6 UU Cipta Kerja.

Pasal tersebut mengatur tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.

Kesalahan dalam UU Cipta Kerja ini pun menjadi sorotan di sosial media.

Banyak pihak yang ikut berkomentar dan kembali meragukan Undang-Undang yang menuai polemik di masyarakat ini.

Satu di antaranya, akun resmi dari Fraksi PKS DPR RI yang menyayangkan adanya kesalahan tersebut.

Mengutip salinan UU Nomor 11 tahun 2020 dari laman resmi Sekretaris Negara (jdih.setneg.go.id), Pasal 6 merujuk pada ayat 1 huruf a pasal 5.

Namun, dalam Undang-undang tersebut Pasal 5 ditulis tanpa ayat ataupun huruf dalam turunannya.

Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Bagian Kesatu Umum, Pasal 5 dan 6 berbunyi:

Pasal 5

Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Pasal 6

Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;

b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;

c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan

d. penyederhanaan persyaratan investasi.

(Tribunnews.com/Maliana)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas