Ada 'Kecacatan' Pasal UU Cipta Kerja yang Disahkan Jokowi, Ahli Hukum: Cerminan Tidak Profesional
Ahli hukum dari UNS, Dr Muhammad Rustamaji, SH MH menanggapi kesalahan dalam pasal UU Cipta Kerja menunjukkan ketidakprofesionalan.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Hukum dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Muhammad Rustamaji SH MH menanggapi kecacatan dalam pasal UU Cipta Kerja yang baru disahkan Presiden Jokowi.
Diketahui, UU tersebut telah berganti menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 dengan total 1.187 halaman pada Senin (2/11/2020) kemarin.
Meski telah sah menjadi Undang-Undang, rupanya masih ada kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan.
Rustamaji mengatakan, kecacatan yang ditemukan ini menunjukkan ketidakprofesionalan perancang Undang-Undang.
Menurutnya, pembuat undang-undang tidak memahami secara baik maksud dari produk hukumnya untuk dibuat menjadi Undang-Undang.
Baca juga: Buntut Kekeliruan Pasal UU Cipta Kerja yang Disahkan Jokowi, Pakar Menilai Ambil Positifnya Saja
"Hal demikian menunjukkan ketidakprofesionalan paralegal drafter dalam penyusunan produk hukum tersebut."
"Maupun dalam skala yang lebih besar pembuat undang-undang tidak memahami secara baik law in the mind yang selanjutnya dituangkan dalam law in the book tersebut," kata Rustamaji kepada Tribunnews, Rabu (4/11/2020).
Sebab, ia menilai prinsip dari sebuah produk hukum yang sudah ditandatangani, harus melalui proses legislative drafting yang sangat teliti dan baik.
Rustamaji pun mempertanyakan klaim pemerintah yang menganggap kesalahan ini hanya bersifat teknis-administratif.
Bahkan menyebut tidak mempengaruhi implementasi Undang-Undang.
Baca juga: Ada Salah Ketik dalam UU Cipta Kerja, Pakar: Makin Tampak Bagaimana Buruknya Proses Ugal-ugalan Ini
"Kesalahan 'kecil' yang disebut teknis-administratif untuk level nasional (tidak terkecuali level daerah hingga level desa) sebenarnya tidak boleh terjadi."
"Justru hal demikian akan memunculkan banyak kesan yang kontraproduktif atas munculnya UU yang notabene diinisiasi oleh Pemerintah," kata alumnus S3 Hukum UNDIP ini.
Ia menduga, kesalahan yang sangat fatal ini mencerminkan bagaimana pemikiran pembuat Undang-Undang.
"Setiap pasal yang sudah diformulasikan merupakan bentuk law in the book, yang bersumber dari law in mind dari pembuat UU."
"Jika law in the book (tekstualnya) tidak cermat, maka bisa diketahui bagaimana law in mindnya, bukan?" tegasnya.
Baca juga: Soroti Kekeliruan dalam UU Cipta Kerja, Sujiwo Tejo: Rakyat dan UU Jangan Dijadikan Mainan, Pak
Kendati demikian, Rustamaji menilai pengajuan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi tidak serta merta bisa menggugurkan UU secara bulat.
"Pada konteks pengajuan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi atas pasal-pasal tertentu, biasanya juga akan diputus secara parsial atas pasal yang dimohonkan JR."
"Itu tidak akan menggugurkan undang-undang secara keseluruhan," katanya.
Namun, ada catatan lain bila pasal yang diajukan merupakan pasal kunci yang sangat esensial.
"Ketika pasal yang dimintakan JR adalah pasal-pasal kunci, dan ternyata diputus tidak sesuai dengan konstitusi oleh MK dalam kapasitasnya sebagai nomokrasi (penyeimbang demokrasi)."
"Maka tanpa harus menggugurkan undang-undang secara bulat, sejatinya secara otomatis undang-undang tersebut sudah tidak fungsional."
"Karena pasal-pasal kuncinya sudah dinyatakan tidak punya kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan konstitusi," ujar Rustamaji.
Kejanggalan dalam Pasal 6 UU Cipta Kerja
Sebelumnya diketahui, publik menemukan adanya kejanggalan dalam Pasal 6 UU Cipta Kerja.
Pasal tersebut mengatur tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.
Kesalahan dalam UU Cipta Kerja ini pun menjadi sorotan di sosial media.
Banyak pihak yang ikut berkomentar dan kembali meragukan Undang-Undang yang menuai polemik di masyarakat ini.
Satu di antaranya, akun resmi dari Fraksi PKS DPR RI yang menyayangkan adanya kesalahan tersebut.
Baca juga: Kesalahan Pengetikan dalam UU Cipta Kerja, Sindiran Melanie Subono: Pasti Salah Tukang Fotokopi
Mengutip salinan UU Nomor 11 tahun 2020 dari laman resmi Sekretaris Negara (jdih.setneg.go.id), Pasal 6 merujuk pada ayat 1 huruf a pasal 5.
Namun, dalam Undang-undang tersebut Pasal 5 ditulis tanpa ayat ataupun huruf dalam turunannya.
Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Bagian Kesatu Umum, Pasal 5 dan 6 berbunyi:
Pasal 5
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Pasal 6
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
(Tribunnews.com/Maliana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.