Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pontjo Sutowo: SPPN Tidak Mampu Mengintegrasikan dan Mensinkronisasi Pembangunan

Pontjo Sutowo menilai SPPN tidak mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasi pembangunan bangsa.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pontjo Sutowo: SPPN Tidak Mampu Mengintegrasikan dan Mensinkronisasi Pembangunan
ISTIMEWA
Pontjo Sutowo. 

Dikatakan Bambang, keberadaan PPHN tidak akan mengembalikan posisi presiden sebagai mandataris MPR RI, tidak akan mengembalikan kedudukan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, dan tidak akan mengganggu sistem presidensial pemilihan presiden-wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

PPHN hanya memastikan agar pembangunan tetap berkelanjutan, serta adanya integrasi sistem perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah.

Bambang menyebut, negara besar seperti China, India, dan Rusia, maupun negara seperti Singapura saja memiliki haluan negara.

China, misalnya, dalam salah satu haluan negaranya menyatakan akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi pertama dunia di tahun 2030.

"Keberadaan PPHN di Indonesia juga tak jauh beda seperti di berbagai negara lainnya. Didalamnya memuat tujuan yang ingin dicapai bangsa Indonesia dalam beberapa tahun ke depan," katanya.

Sebagai gambaran awal, PPHN bisa menggambarkan apa yang ingin dicapai Indonesia pada usia kemerdekaannya yang ke-100 di tahun 2045.

"Mulai dari pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia, ataupun lainnya. Bagaimana cara mewujudkannya, diserahkan kepada presiden-wakil presiden terpilih,” kata Bamsoet.

Berita Rekomendasi

Prof. Ravik Karsidi dari Forum Rektor Indonesia memaparkan tiga skenario mengembalikan kembali keberadaan haluan negara dalam sistem ketatanegaraan berbangsa dan bernegara.

Alternatif pertama, melalui amandemen terbatas UUD NRI 1945 untuk memberikan kewenangan kepada MPR RI untuk membuat dan menetapkan PPHN.

Alternatif kedua, merevisi UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, UU No. 17/2014 tentang MD3, serta UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Alternatif ketiga melalui konvensi ketatanegaraan.

"Pilihan paling rasional dan paling banyak disuarakan adalah alternatif pertama, yakni melalui amandemen terbatas UUD NRI 1945,” kata Bamsoet.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas