Pengamat Prediksi Angka Partisipasi Pemilih di Pilkada Serentak 2020 Tak Sampai 50%
Partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2020 secara nasional dinilai akan sangat rendah jika kesadaran masyarakat tidak dibangkitkan.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Malvyandie Haryadi
Metode Pemilihan di Indonesia jadi Masalah
Jeirry juga mengungkapkan partisipasi pemilih di Pilkada bisa menjadi rendah lantaran faktor metode pemungutan suara di Indonesia yang terbatas.
"Kita ada sedikit problem karena metode pemilihan yang kita punya hanya satu cara, kita datang ke TPS melakukan pencoblosan," ungkapnya.
"Sedangkan Korsel dan AS juga menggunakan sistem pemilihan online, ada yang pakai pos. Orang tidak harus ke TPS untuk menggunakan hak suaranya," lanjut Jeirry.
Jeirry menyebut pintu metode pemilihan lain selain datang ke TPS sudah tertutup.
"Waktu itu kita minta ada Perppu dari Presiden untuk lebih banyak metode pemilihan, tetapi tidak keluar."
"Waktu itu ada usulan untuk membuat revisi terbatas untuk menampung dan mengakomodir metode agar meningkatkan partisipasi pemilih, tapi tidak ada," ungkapnya.
Baca juga: Undang-undang Kepailitan dan PKPU Harus Dukung Proses Restrukturisasi di Era Pandemi
Jeirry juga menyebut Peraturan KPU terkait pemungutan dan penghitungan suara sudah diujicobakan dan masih menggunkan metode pencoblosan.
"Saya kira problem kita di metodologi."
"Kita tidak bisa memaksa orang datang (ke TPS) saat sakit," ungkapnya.
Jeirry juga menyebut meski aktivitas sosial sudah berjalan, tetapi tidak semua kalangan.
"Kalau kita lihat yang beraktivitas itu orang-orang yang muda, orang di atas 50 tahun sudah lebih takut untuk keluar," ungkapnya.
Meskipun KPU sudah mendesain TPS itu dengan protokol Covid-19 yang ketat, Jeirry menilai hal itu tidak cukup.
"Karena pasti ada orang yang memilih untuk tidak berinteraksi keluar, katakanlah orang yang relatif lebih tua," ungkapnya.