Donor Sperma Terancam 5 Tahun Penjara, Masuk Dalam RUU Ketahanan Keluarga yang Dibahas DPR
Ada pula, larangan untuk mendonorkan dan memperjualbelikan sperma yang tercantum dalam RUU Ketahanan Keluarga.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang sempat ditolak pelbagai kalangan pada Februari lalu.
Kamis (12/11) kemarin Baleg DPR menggelar rapat harmonisasi dan mendengar tanggapan fraksi-fraksi terhadap RUU tersebut.
Agenda lainnya yakni mendengar paparan tim ahli dari Baleg DPR RI.
Rapat digelar sejak pukul 10.00 WIB dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Willy Aditya di Ruang Baleg DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan.
”Menindaklanjuti hal tersebut, Badan Legislasi telah menugaskan tim ahli untuk melakukan kajian terhadap RUU Ketahanan Keluarga. Pada rapat pagi ini kita akan mendengarkan paparan dari tim ahli terkait dengan hasil kajian yang telah dilakukan," kata Willy.
Baca juga: Anggota Baleg DPR Khawatir RUU Ketahanan Keluarga Justru Timbulkan Perpecahan
Baca juga: Riset Terbaru : Corona Bisa Mengakibatkan Kemandulan, Jumlah Sperma Pasien Berkurang Setengahnya
Sebelumnya RUU Ketahanan Keluarga telah melalui dua kali harmonisasi di Baleg.
Setidaknya ada lima anggota dewan yang menginisiasi RUU ini: Sodik Mudhajid dari Fraksi Partai Gerindra, Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Endang Maria Astuti dari Fraksi Partai Golkar, dan Ali Taher dari Fraksi PAN.
Awal 2020 lalu RUU Ketahanan Keluarga ditolak sejumlah pihak lantaran dinilai ada banyak pasal bermasalah.
Masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2020, RUU Ketahanan Keluarga dinilai bakal mengancam ruang-ruang privat warga negara.
Beberapa aturan yang disorot adalah pengaturan peran istri di rumah, larangan aktivitas seksual BDSM,
dan kewajiban pelaku homoseksual melapor dan wajib rehabilitasi.
Salah satu poin yang sangat disoroti dalam RUU tersebut adalah pembagian kerja antara suami dan istri yang hendak diatur oleh negara.
Pengaturan tersebut tercantum dalam Pasal 25. Pasal tersebut jelas mendesak suami sebagai kepala keluarga yang
memiliki tanggung jawab lebih dan istri mengatur rumah tangga.