Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pro Kontra RUU Larangan Minuman Beralkohol dan RUU Ketahanan Keluarga

Sebelum masuk ke dalam pembahasan pasal per pasal, RUU Ketahanan Keluarga sudah mendapatkan penolakan dari beberapa fraksi.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pro Kontra RUU Larangan Minuman Beralkohol dan RUU Ketahanan Keluarga
Thinkstockphotos
Ilustrasi minuman beralkohol 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR kembali membahas Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol yang dipaparkan pengusul Selasa (10/11/2020) lalu.

Pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri atas 21 anggota DPR. Mereka yaitu 18 orang dari Fraksi PPP, dua dari Fraksi PKS, dan seorang dari Fraksi Partai Gerindra.

RUU Ketahanan Keluarga juga dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Sebelum masuk ke dalam pembahasan pasal per pasal, RUU Ketahanan Keluarga sudah mendapatkan penolakan dari beberapa fraksi.

Fraksi yang cukup keras menolak adalah PDI Perjuangan dan Golkar.

Esti Wijayanti dari PDIP mengatakan bahwa RUU ini berpotensi ikut campurnya negara terlalu jauh urusan rumah tangga.

"Keluarga itu terdiri cinta dan toleransi yang tidak semuanya bisa diundangkan," katanya.

Berita Rekomendasi

Karena itu tidak boleh atas nama harmonisasi dalam keluarga kemudian semuanya disamakan. Esti memberi contoh keyakinan yang dianut dalam keluarga yang tidak semuanya sama.

"Keluarga saya contohnya. Saya Katolik dan menantu Islam. Sementara suami Kristen," ujarnya.

Baca juga: Sikap MUI Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol: Miras itu Berbahaya!

Karena itu, yang harus diperkuat saat ini dalam keluarga adalah nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan.

Nurul Arifin, dari Fraksi Partai Golkar menyebut RUU ini justru berpotensi memecah belah bangsa.

Sebab di dalamnya terkandung sejumlah pasal bermasalah seperti negara yang akan masuk ke struktur terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga.

Menurut Nurul, RUU ini merupakan kepanjangan dari Undang-undang tentang Perkawinan, yang menurut dia harus direvisi.

"Daripada membuat undang-undang baru lebih baik revisi Undang-undang Perkawinan," tegasnya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas