Kemen PPPA : Urgensi Pengesahan RUU PKS Sudah Tak Dapat Ditunda Lagi
Kemen PPPA nilai urgensi pengesahan RUU PKS sudah tidak dapat ditunda lagi, RUU PKS harus segera disahkan bukan hanya asumsi belaka.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum juga disahkan oleh DPR RI hingga hari ini.
Bahkan akhir Juni 2020 lalu DPR RI mengumumkan dikeluarkannya RUU PKS dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020.
Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi Pembangunan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ratna Susianawati mengatakan urgensi pengesahan RUU PKS sudah tidak dapat ditunda lagi.
Baca juga: NasDem Kembali Usulkan RUU PKS Masuk Prolegnas Prioritas 2021
Baca juga: DPR Didesak Tetapkan RUU PKS Sebagai Prolegnas Prioritas 2021
Ratna mengatakan sejak diumumkan pencabutan RUU PKS dari Prolegnas, berbagai dialog, diskusi, kajian tentang kekerasan seksual semakin intensif dilakukan yang didukung media.
“Masyarakat semakin paham bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan paling serius yang harus segera dihapuskan,” dalam Dialog RUU PKS bersama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) secara daring, Jumat (13/11/2020).
Pembahasan soal RUU PKS dilakukan oleh para aktivis, intelektual, tokoh agama dan berbagai elemen masyarakat untuk menyatukan suara dan bergerak lebih masif.
Ratna menjelaskan dari berbagai diskusi, kajian dan pertemuan yang selama ini dilakukan bersama Kemen PPPA disimpulkan bahwa urgensi pengesahan RUU PKS sudah tidak dapat ditunda lagi.
Menurutnya RUU PKS harus segera disahkan bukan hanya asumsi belaka.
“Alasannya, secara dasar penyusunan RUU PKS telah memenuhi syarat, selain itu dibutuhkan sistem pencegahan kekerasan seksual yang komprehensif, dan perlu adanya pengaturan yang berperspektif korban,” kata Ratna.
Baca juga: Hubungi Pelayanan Konsuler Gratis Kemen PPPA Jika Anak Terlihat Depresi karena Belajar Online
Ratna menambahkan, RUU PKS tersebut diharapkan dapat menjadi terobosan hukum yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan perempuan korban kekerasan.
Hal tersebut dikarena RUU PKS didasarkan pada kajian dari pengalaman-pengalaman korban kekerasan dan bagaimana mereka menghadapi proses hukum.
“Jika ingin membangun suatu kebudayaan baru yaitu tidak ada lagi kekerasan seksual tentu membutuhkan satu perlindungan hukum yang baru,” ujarnya.
Baca juga: Kenapa Indonesia Butuh Banyak Psikolog Forensik Khusus Perlindungan Anak? Ini Penjelasan Kemen PPPA
Kekerasan sering kali dianggap sebagai masalah ranah dari internal domestik.
Alasan tersebut menjadi satu di antara penyebab masih banyak kasus yang tidak terdata atau tidak dilaporkan karena dianggap merupakan suatu aib.
Adanya celah hukum sehingga mempersulit kasus kekerasan seksual dibawa ke ranah hukum membuat pelaku eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, dan tindakan kekerasan yang lain berkaitan dengan seksualitas mudah lepas dari jeratan hukum.
Hal itu dikarenakan RUU PKS tidak hanya untuk mengakomodasi hak-hak korban tapi juga mengandung upaya rehabilitasi bagi pelaku yang selama ini belum pernah dilakukan dalam putusan hukuman bagi pelaku.