Prihatin Atas Korupsi Mensos Juliari Batubara, Komite III DPD Desak Optimalisasi Transparansi Bansos
Sylviana Murni mengaku prihatin atas ditetapkannya Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara sebagai tersangka korupsi.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni mengaku prihatin atas ditetapkannya Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara sebagai tersangka dugaan suap bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terlebih uang suap yang diterima jumlah cukup fantastis mencapai Rp 17 miliar.
"Komite III DPD RI menyatakan keprihatinannya atas penetapan tersangka kasus korupsi suap Mensos Juliari P Batubara," kata Sylviana Murni dalam keterangan yang diterima, Selasa (8/12/2020).
Menurutnya ada dua hal yang patut disesalkan atas kasus korupsi yang menjerat Juliari P Batubara.
Baca juga: Menakar Kemungkinan Juliari Batubara Dijerat Hukuman Mati Kasus Korupsi Bansos, Ini Kata Mahfud MD
Pertama, korupsi bansos yang dilakukan Juliari P Batubara terjadi ketika masyarakat sedang menderita
akibat Covid-19.
"Lumpuhnya kapasitas ekonomi sosial masyarakat menjadi semakin berat bebannya dengan kasus korupsi tersebut," ujar Sylviana Murni.
Kedua, korupsi bansos memiliki efek berbahaya bagi negara, khususnya menyangkut kepercayaan publik terhadap negara.
Baca juga: Istri Juliari Batubara Sempat Bangga atas Kinerja Suaminya Sebagai Mensos, Kini Malah Korupsi Bansos
"Memulihkan kondisi tersebut tidak mudah sehingga perlu penegakan hukum yang tegas dan terukur untuk itu," ujarnya.
Sylviana yang merupakan senator asal DKI Jakarta tersebut berpandangan penindakan korupsi bansos yang menjerat Mensos Juliari P Batubara harus dijadikan momentum dalam optimalisasi transparansi bansos.
Menurutnya, selama ini, hasil pengawasan distribusi bansos dari anggota Komite III DPD RI di 34 provinsi menemukan kasus-kasus dugaan ketidaktepatan sasaran penerima manfaat bansos masapandemi Covid-19.
Baca juga: Juliari Terancam Hukuman Mati, Komisi III DPR: Tergantung Pimpinan KPK
"Ketidaktepatan tersebut diduga akibat masalah transparansi, khususnya berkaitan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dijadikan sebagai basis data penerima manfaat," katanya.
Apalagi di daerah ditemukan pula dugaan penerima manfaat bantuan sosial adalah orang-orang di sekitar pemegang kekuasaan, mulai dari kekuasaan terkecil dalam hal ini di desa.
"Dengan kata lain, kasus korupsi bansos bisa dibilang puncak gunung es dari persoalan transparansi. Termasuk pula akuntabilitas dalam distribusi bansos selama ini," katanya.
Untuk itu, menurutnya ke depan, perlu dilakukan pembenahan transparansi di Kemensos.