Legislator PKS Pertanyakan Nasib Uji Vaksin Covid-19 Sinovac Jika Uji Klinis Tidak Memadai
Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 Sinovac yang sudah tiba di tanah air belum mendapatkan izin penggunaan darurat dari BPOM.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 Sinovac yang sudah tiba di tanah air belum mendapatkan izin penggunaan darurat dari BPOM.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mempertanyakan bagaimana nasib vaksin jika tingkat efikasinya tidak memadai.
"BPOM belum mengeluarkan Izin penggunaan darurat, tapi 1.2 juta vaksin sudah didatangkan ke tanah air. Pihak Sinovac sendiri belum mengeluarkan data efikasinya. Bagaimana nasib vaksin yang sudah tiba tersebut, jika ternyata hasil uji klinisnya tidak memadai?," kata Netty kepada wartawan, Selasa (15/12/2020).
Baca juga: Menko Airlangga Beberkan Kelompok Prioritas Vaksin Corona: Ada Tenaga Medis hingga Aparat Keamanan
Menurutnya, dalam pengadaan vaksin, pemerintah harus memastikan keamanan, efektivitas, kebermanfaatan, dan status kehalalannya.
"Setiap vaksin memiliki manfaat sekaligus risiko yang harus diantisipasi sebelum diberikan kepada masyarakat. Untuk itu, pemerintah harus konsisten dan patuh terhadap rekomendasi ilmiah sesuai evidence base practices," ujar politikus PPP tersebut.
Sebagaimana diketahui, uji klinis tahap ketiga Sinovac masih berlangsung di Kota Bandung, dan hasil lengkap baru tersedia akhir Desember atau awal Januari.
Oleh karena itu, kata Netty, pemerintah harus menunggu Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM, lolos sertifikat halal MUI serta terbukti efektif melawan Covid-19.
Baca juga: BPOM Diminta Profesional Periksa Vaksin Covid-19 Sinovac
Menurut Netty, hingga saat ini pengujian oleh LPOM MUI masih mandek karena pihak produsen belum memenuhi semua persyaratan dokumen yang diminta.
Netty menyayangkan ketergesaan pemerintah mendatangkan vaksin sementara uji klinis belum selesai.
"Kenapa pemerintah terburu-buru mendatangkan vaksin jadi? Ada apa? Siapa yang berani menjamin selama proses menunggu data, vaksin tidak akan rusak? Bukankah proses penyimpanannya juga membutuhkan biaya?," ucapnya.