Hasil Real Count KPU: 10 Petahana yang Maju di Pilkada Jatim Tumbang, Hanya 5 yang Unggul
Dalam pesta demokrasi tersebut, 15 petahana ikut bertarung. Hasilnya cukup mengejutkan, 10 di antaranya dipastikan tertinggal dan lima petahana unggul
Editor: Malvyandie Haryadi
Ipuk adalah isteri Bupati Banyuwangi saat ini Azwar Anas yang unggul dengan 52,6 persen suara.
Lima petahana unggul
Sementara 5 orang petahana yang unggul, pertama adalah Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin yang berpasangan dengan Syah Muhamad Natanegara.
Pasangan ini meraih 68,2 persen suara. Sementara pasangan Alfan Rianto - Zaenal Fanani lawannya memperoleh 31,8 persen suara.
Kedua wakil bupati Ngawi Ony Anwar Harsono yang berpasangan dengan Dwi Riyanto Jatmiko menang melawan kotak kosong dengan perolehan 94,3 persen suara.
Ketiga wakil bupati Sumenep Ahmad Fauzi yang berpasangan dengan Dewi Khalifa meraih 51,9 persen. Sementara pasangan Fattah Jasin - Ali Fikri lawannya memperoleh 48,1 persen suara.
Keempat wakil wali kota Blitar Santoso yang berpasangan dengan Tjutjuk Sunario memperoleh 57,4 persen suara. Sementara pasangan Henry Pradipta Anwar - Yasin Hermanto mendapatkan 42,6 persen suara.
Terakhir calon petahana yang dipastikan menang di pilkada serentak Jawa Timur adalah Bupati Malang Sanusi yang berpasangan dengan Didik Gatot Subroto yang berpasangan dengan Didik Gatot Subroto memperoleh 44,2 persen suara.
Kedua lawannya yakni pasangan Lathifah Sohib - Didik Budi Muljono mendapatkan 41,0 persen suara dan pasangan Heri Cahyono - Gunadi Handoko mendapatkan 14,8 persen suara.
Pengamat Politik Universitas Negeri Trunojoyo Madura Mochtar W Oetomo menilai, ada beberapa faktor penyebab kekalahan calon petahana dalam pilkada serentak tahun ini.
Antara lain, karena rendahnya tingkat kepuasan publik kepada kinerja calon petahana di periode sebelumnya.
"Apalagi saat ini pandemi Covid-19, banyaknya korban tetap dianggap menjadi kesalahan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19," ujarnya.
Faktor lain, kata peneliti Surabaya Survei Center ini, karena meningkatnya jumlah pemilih milenial sebagai pemilih rasional.
"Pemilih milenial memilih calon yang merepresentasikan dirinya dari sisi program, pemikiran, hingga karakter. Sementara petahana dianggap belum bisa menyesuaikan keinginan pemilih milenial," jelasnya.