Anak SMP Jadi Tersangka Parodikan Lagu Indonesia Raya, Ahli Soroti Tugas Guru Sejarah dalam Mendidik
Reza Indragiri Amriel memberikan pandangannya terkait penetapan DMF (16) sebagai tersangka kasus parodikan lagu Indonesia Raya.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik sekaligus konsultan Lentera Anak Foundation, Reza Indragiri Amriel, memberikan pandangannya terkait penetapan MDF (16) sebagai tersangka kasus parodikan lagu Indonesia Raya.
Ia mengamini apa yang dilakukan pelaku yang masih anak kelas 3 SMP itu memang tak lucu dan bahkan salah tidak boleh ditiru.
Reza kemudian mengajak untuk melihat kasus ini lebih jauh dan lebih luas di luar bingkai segi hukum.
Utamanya, menyoroti hubungan antara kegemaran pada pelajaran sejarah dan patriotisme dalam proses belajar mengajar.
Pria kelahiran 19 Desember itu, melihat persoalannya, rendahnya rasa cinta Tanah Air dialami siswa karena para guru utamanya sejarah tidak terampil menanamkan nilai patriotisme ke dalam diri anak didik.
Baca juga: Pembuat Parodi Indonesia Raya Murid SMP, KPAI: Penggunaan Internet Anak Wajib Diawasi
Baca juga: Parodi Lagu Indonesia Raya, Pakar Hukum Apresiasi Kerja Cepat Polisi Malaysia dan Polri
"Mata pelajaran sejarah tak lebih dari penyampaian informasi tentang serangkaian peristiwa yang dianggap historis," kata Reza kepada Tribunnews, Minggu (3/1/2021).
Reza menilai selama ini pelajaran sejarah dan patriotisme sebatas pengayaan kognitif yang abai terhadap perasaan (afeksi).
Padahal rekomendasi ilmuwan, kata Reza, pelajaran sejarah sepatutnya dikemas sebagai bahasan kontroversial.
"Dengan menyertakan unsur pro-kontra, perasaan siswa akan lebih terlibat. Inilah jalan bagi penyerapan nilai-nilai, bukan hanya penghapalan pengetahuan," urainya.
Reza kemudian membeberkan sejumlah faktor yang menghalangi tumbuhnya rasa cinta Tanah Air.
Antara lain, rendahnya standar hidup, ketidakpastian sosial, ketidakpercayaan pada pengelola negara.
Termasuk juga perbedaan rasa cinta Tanah Air ditentukan oleh latar budaya, peran orang tua (keluarga), dan pengaruh sosial.
"Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kecintaan pada Tanah Air bukan masalah hitam putih. Tidak bersumber dari faktor tunggal, melainkan multidimensional," terang Reza.
Mantan Ketua Delegasi Indonesia, Program Pertukaran Pemuda Indonesia Australia ini menyimpulkan dua hal penting.
"Dengan konteks sedemikian kompleks, akankah pidana (vonis bersalah atau tidak bermasalah) justru terlalu simplistis dan berpotensi kontraproduktif?"
"Simplistis, karena cenderung menuding pelaku sebagai satu-satunya pihak yang harus diintervensi."
"Kontraproduktif, karena justru dapat membuat pelaku merasa takut bukan cinta lalu membenci negara," tutup Reza.
Baca juga: Parodi Indonesia Raya, Anggota DPR Cianjur Siap Fasilitasi Milenial Perkuat Nasionalisme
Baca juga: Keterlibatan Dua WNI dalam Parodi Lagu Indonesia Raya Hingga Ditangkap di Dua Negara
Penangkapan MDF
Penyidik Siber Bareskrim Polri telah menangkap tersangka pembuat video parodi lagu Indonesia Raya yang heboh beberapa waktu lalu.
"Tadi malam diamankan atau ditangkap karena sudah tersangka kita tangkap di Cianjur berinisial MDF umurnya 16 tahun," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono, dikutip dari kanal YouTube KompasTV, Jumat (1/1/2021).
Argo menyebut, MDF menggunakan nama lain saat melakukan aktivitas di dunia maya.
Ia memakai nama Faiz Rahman Simalungun.
"Dan orang melihat nama itu marga di Sumatera Utara, ternyata dia orang Cianjur dan dia kelas 3 SMP," imbuh Argo.
Polisi melaporkan, MDF dalam membuat video parodi lagu Indonesia Raya tidak sendirian.
Dia memiliki teman NJ yang tinggal di Sabah, Malaysia.
Baik MDF maupun NJ sering berkomunikasi di dunia maya.
Kemudian MDF membuat kanal YouTube atas nama NJ dan menunggah video berjudul Indonesia Raya Instrumental (Parody + Lyrics Video).
Baca juga: Roy Suryo Ungkap Kejanggalan Parodi Lagu Indonesia Raya, Curigai Ada WNI Dibalik YouTube My Asean
Baca juga: Ada Dugaan Keterlibatan WNI dalam Pembuatan Parodi Lagu Indonesia Raya, Ini Tanggapan Kemlu RI
Selain menggunakan nama NJ, MDF juga menggunakan nomor dan lokasi Malaysia dalam videonya itu.
"Akhirnya yang dituduh NJ, dia marah kepada MDF. Salahnya NJ juga membuat kanal YouTube lagi, dengan nama channel My Asean."
"Yang mengedit video milik MDF dengan menambahkan gambar babi. Jadi MDF dan NJ sama-sama membuat video," urai Argo.
Tersangka MDF
Argo menjelaskan berdasarkan keterangan dari orang tua MDF, remaja SMP ini sudah diberikan handphone sejak umur 8 tahun.
Sejak itu, MDF mulai belajar cara mengelabui bagaimana seandainya mengunggah video tidak ketahuan oleh polisi.
"Dia juga belajar bagaimana membuat akun palsu biar tidak ada dianggap pelangaran pidana," ungkap Argo.
MDF disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 28 ayat 2 juncto 45 ayat 2.
Juga Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pasal 64 A juncto pasal 70.
Saat ini MDF sudah berada di Bareskrim Polri bersama sejumlah barang bukti yang turut diamankan seperti, handphone, SIM card, KK, dan akta kelahiran.
Sedangkan NJ juga sudah diamankan oleh polisi di Kepolisian Kerajaan Malaysia.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)