LPPOM MUI: Vaksin Covid-19 Masih Diuji Kehalalannya
Muti menegaskan, dalam mengkaji vaksin Sinovac pihaknya tak bersikap pasif dengan hanya menunggu informasi dari pihak perusahaan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati mengatakan vaksin Covid-19 tengah diuji kehalalannya.
"Kami masih menunggu sisa informasi yang dibutuhkan. Setelah itu baru dibahas oleh Komisi Fatwa MUI," kata Muti saat dihubungi, Selasa (5/1/2021).
Namun, Muti tak menjelaskan soal informasi apa yang dimaksud. Pasalnya, hal itu sudah masuk ranah detail audit yang tak dapat disebarluaskan.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Serentak Mulai 13 Januari 2021, Mardani: Harusnya Sabar Tunggu BPOM dan MUI
Muti mengatakan target pengkajian halal vaksin Covid-19 diharapkan bisa selesai.
"Sesegera mungkin (selesai)," pungkas Muti.
Diketahui, sekiranya ada dua hal yang akan dikritisi LP POM MUI soal kajian kehalalan vaksin yang disebut titik kritis vaksin.
Baca juga: Dubes RI: 70 Ribu Warga Tiongkok Sudah Divaksin Sejak Awal Tahun
Kedua hal itu yakni terkait seluruh bahan yang terlibat dalam proses produksi dan juga soal fasilitas produksinya.
Muti menegaskan, dalam mengkaji vaksin Sinovac pihaknya tak bersikap pasif dengan hanya menunggu informasi dari pihak perusahaan.
LPPOM MUI akan intensif melakukan sejumlah kajian ilmiah terhadap bahan-bahan yang dikandung vaksin tersebut, dengan melibatkan sejumlah pakar maupun lewat literature.
Meski nantinya hasil keputusan Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa vaksin Sinovac haram namun vaksin tersebut kemungkinan masih tetap bisa digunakan berdasarkan Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013.
"Jika nanti hasilnya haram, maka sama seperti pada vaksin MR. Dimana pada vaksin MR yang digunakan untuk program imunisasi massal mengandung babi, namun penggunaannya masih dibolehkan sampai ditemukan vaksin lain yang halal, karena ada kondisi bahaya," kata Muti.
Sebelumnya, sebanyak 700 ribu vaksin Covid-19 telah didistribusikan ke daerah meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency use Authorization (EuA).
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa vaksin didistribusikan sebelum keluarnya izin penggunaan darurat untuk memanfaatkan waktu dalam menjamin ketersediaan vaksin secara merata di seluruh Indonesia.
"Pada intinya upaya distribusi yang telah dilakukan ini, bertujuan untuk menjamin ketersediaan vaksin yang merata dengan prosedur kehati-hatian dengan memanfaatkan waktu yang telah ada," kata Wiku dalam konferensi pers virtual di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (5/1/2021).
Pemerintah menurut Wiku menjamin bahwa proses distribusi yang dilakukan tidak merusak kualitas vaksin. Vaksin yang didistribusikan tetap akan diawasi aspek keamanannya melalui uji sampling berbasis resiko.
"Vaksin yang saat ini sedang didistribusikan ke berbagai daerah akan tetap diawasi dengan melakukan sampling berbasis resiko di UPT Badan POM di tingkat provinsi, kabupaten atau kota di seluruh Indonesia," katanya.
Wiku mengatakan bahwa BPOM telah melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap vaksin secara berkala. Mulai dari tahapan praklinik dan uji klinik fase 1 hingga 3. Izin penggunaan darurat akan dikeluarkan BPOM apabila proses akhir uji klinik fase 3 rampung.
"Fase ketiga saat ini sedang berlangsung di Bandung, di Brazil, dan juga di Turki. Selanjutnya jika uji klinik fase 3 ini telah selesai maka barulah diterbitkan emergency use authorization (EUA)," pungkasnya.