Tanggapan DKPP Soal Tudingan Berhentikan Arief Budiman dari Ketua KPU Hanya demi Puaskan Hasrat
Muhammad lantas menyarankan pihak-pihak yang ingin berkomentar agar membaca lengkap putusan pemberhentian Arief Budiman dari KPU.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menepis adanya tudingan yang menyebut mereka memberhentikan Arief Budiman sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya untuk memuaskan hasrat subyektif semata.
"Enggak seperti itu (bentuk pemuasan hasrat)," kata Ketua DKPP Muhammad kepada Tribunnews.com, Sabtu (16/1/2021).
Muhammad lantas menyarankan pihak-pihak yang ingin berkomentar agar membaca lengkap putusan pemberhentian Arief Budiman dari KPU.
"Sebaiknya mereka-mereka yang ingin berkomentar agar membaca secara lengkap putusan tersebut," tegas Muhammad.
Tudingan ini datang dari Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin.
Baca juga: Ilham Saputra Dipilih Jadi Plt Ketua KPU RI Gantikan Sementara Arief Budiman yang Diberhentikan DKPP
Baca juga: Alasan DKPP Berhentikan Arief Budiman Sebagai Ketua KPU RI
Mulanya Zulfikar menyatakan DKPP memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada Ketua KPU Arief Budiman.
Hal tersebut tetuang dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), pada Pasal 159 ayat 2 huruf c dan d.
"DKPP memang berwenang memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik, dan memutus pelanggaran kode etik," ujar Zulfikar saat dihubungi, Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Namun, kata Zulfikar, kewenangan DKPP harus dibarengi dengan kewajibannya, sebagaimana termaktub pada pasal 159 ayat 3 huruf a dan c, yaitu menegakkan prinsip, menjaga keadilan, kemandirian, imparsialitas.
Kemudian transparansi, bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi.
Jika dilihat alasan pemberhentian Ketua KPU yang terkait dengan kasus Evi Novida Ginting Manik, Zulfikar menduga keputusan DKPP tersebut tidak diringi dengan pelaksanaan kewajibannya, sebagaimana diamanatkan dalam UU 7/2017.
"Karena ini terkait dengan kasus Evi Novida Ginting, yang tidak pernah diakui oleh DKPP menjadi komisioner KPU kembali, padahal sudah ada SK Presiden yang memulihkan status bersangkutan atas putusan pengadilan yang telah inkracht," kata politikus Golkar itu.
"Maka apa yang diputuskan DKPP, menurut saya lebih untuk memuaskan hasrat subyektif DKPP, atas putusan DKPP terhadap Evi Novida Ginting Manik," sambung Zulfikar.
Bila hal itu benar, kata Zulfikar, DKPP tidak memahami esensi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/puu-xi/2013, yang menegaskan putusan DKPP tidak final dan mengikat, dalam arti bisa dibawa ke pengadilan.
"Itulah mengapa putusan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, selalu bisa dan dapat dibawa ke lembaga peradilan, karena sesungguhnya pelaksana dan pemegang kekuasaan kehakiman adalah lembaga peradilan," kata Zulfikar.
Atas dasar tersebut, Zulfikar mengusulkan kepada Komisi II DPR untuk menggunakan aturan dalam UU No. 7/2017 pada pasal 156 ayat 4, yang menyatakan setiap anggota DKPP dari setiap unsur dapat diganti antarwaktu.
"Sungguh memprihatinkan bila ada badan yang oleh undang-undang diberi fungsi berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, namun dijalankan atas hasrat subyektif dan nir pemahaman yang komprehensif dan integreted," ujar Zulfikar.
Diketahui, DKPP memberhentikan Ketua KPU RI Arief Budiman.
Keputusan tersebut diambil dalam sidang etik putusan perkara dengan nomor 123-PKE-DKPP/X/2020.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU RI," demikian dikutip dari salinan putusan DKPP, Rabu (13/1/2021).
Arief, dalam putusan tersebut, terbukti melanggar etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu saat mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting menggugat surat keputusan Presiden Joko Widodo ke PTUN Jakarta.
Arief juga dinyatakan bersalah karena tetap menjadikan Novida tetap komisioner KPU.