Ajak WNA Tinggal di Bali, Kristen Gray dan Pasangannya Sesama Jenis Akhirnya 'Diusir'
Sanksi deportasi dijatuhkan setelah Gray dan pasangannya menjalani pemeriksaan di Kantor Imigrasi Denpasar, Jalan Panjaitan, Denpasar.
Editor: Dewi Agustina
"Halo semuanya, pertama-tama saya menyampaikan saya tidak bersalah. Visa saya tidak overstay, saya tidak mencari uang di Indonesia. Saya ingin menyampaikan tentang LGBTQ+ dan saya dideportasi karena LGBTQ+," ucapnya singkat usai pemeriksaan di Kanwil Kemenkumham Bali.
Di Bali, Gray mengklaim bekerja sebagai desainer grafis jarak jauh.
Ia juga menulis pengalamannya dalam sebuah ebook berjudul "Our Bali Life is Yours".
Gray bahkan menjual buku tersebut dengan harga 30 dolar AS atau sekitar Rp 400 ribu.
Baca juga: Kristen Gray Angkat Kaki dari Indonesia, Tetap Tidak Mau Mengaku Bersalah, Ini Kata Kuasa Hukumnya
Gray juga membuka jasa konsultasi online bertarif bagi warga asing yang hendak mengikuti jejaknya ke Bali.
Menanggapi bantahan Gray itu, pihak imigrasi mengatakan pendeportasian Gray bukan semata karena orientasi seksualnya.
"Sebagian mengatakan itu haknya dia, tapi bukan hanya di situ saja sebenarnya. Ada penyampaian dari yang bersangkutan bahwa bagi LGBT bisa hidup nyaman dan enak di Bali, itu yang seakan-akan mempromosikan bahwa Bali itu adalah tempat yang nyaman bagi LGBT," ujar Jamaruli.
Ia menambahkan di masyarakat Indonesia masih belum bisa menerima hal itu dan untuk menghindari agar masyarakat tidak menjadi salah satu korban atau sasaran dari LGBT datang atau LGBT masuk ke Bali, maka pihaknya terpaksa mendeportasi Gray.
Imigrasi sendiri tercatat telah memberi izin tinggal kepada Gray lewat visa onshore.
Visa onshore adalah kebijakan izin tinggal yang diberikan kepada warga asing yang tidak bisa kembali ke negaranya karena pandemi virus corona.
Jamaruli mengatakan, meski Gray tidak merasa bersalah menyalahi aturan, kenyataannya dia sudah menjual e-book yang harganya USD 30 untuk download dan USD 50 setiap konsultasi.
Dan diakuinya sudah didownload oleh 50 orang. Soal mengaku atau tidak, kata Jamaruli, faktanya adanya seperti itu.
"Jadi ukuran yang kita pakai adalah Undang-Undang kita, bukan pengakuan yang bersangkutan saja. Ini bukan pertama kali kita deportasi orang asing, mungkin LGBT banyak di Bali, ini tapi bukan masalah LGBT nya saja yang menjadi perhatian khusus, tapi ada pernyataan bahwa dia mengatakan Bali itu tempat yang nyaman bagi LGBT. Ini kan jadi promosi dan kita tidak bisa terima," papar Jamaruli.(tribun network/nal/ham/dod/kps)