Dipolisikan PTPN VIII, Rizieq dan Ponpes Markaz Syariah Buka Peluang Gugat Balik Secara Perdata
Dipolisikan, Rizieq Shihab dan Pondok Pesantren Markaz Syariah Agrokultural kemungkinan bakal menempuh gugatan perdata.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Hukum Rizieq Shihab dan Pondok Pesantren Markaz Syariah Agrokultural kemungkinan bakal menempuh gugatan perdata terkait polemik penggunaan lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII untuk pendirian Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung, Jawa Barat.
Langkah hukum itu adalah respons atas laporan polisi yang dibuat PTPN VIII ke Bareskrim Polri, dengan Rizieq Shihab sebagai satu terlapornya.
"Insya Allah besok Senin kami akan berkordinasi dulu dengan tim kuasa hukum lainnya. Dan bisa juga kami akan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan," terang Ichwan Tuankotta selaku kuasa hukum Rizieq Shihab dan Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah, kepada Tribunnews.com, Sabtu (23/1/2021).
Baca juga: Dipolisikan PTPN VIII Atas Penggunaan Lahan Tanpa Izin, Tim Hukum Akan Bicara dengan Rizieq Shihab
Diketahui PTPN VII melaporkan 250 orang, termasuk Rizieq Shihab atas penggunaan lahan tanpa izin sebagai lokasi Pesantren Markaz Syariah.
Laporan polisi itu terdaftar dengan nomor LP/B/0041/I/2021/Bareskrim tertanggal 22 Januari 2021.
Sebelumnya, pihak PTPN VIII telah lebih dulu memberikan somasi kepada Markaz Syariah dan meminta untuk mengosongkan tempat dalam waktu paling lambat 7 hari.
Namun, pihak Ponpes Markaz Syariah yang dipimpin oleh Rizieq Shihab menjawab somasi tersebut dengan mengatakan lahan itu sudah terlalu lama ditelantarkan oleh PTPN VIII.
"PT. Perkebunan Nusantara VIII sudah lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun menelantarkan dan tidak mengelola langsung lahan tersebut," kata salah satu tim hukum Markaz Syariah FPI, Aziz Yanuar dalam surat balasan atas somasi PTPN VIII, Senin (28/12/2020) lalu.
Baca juga: Jubir BPN Sebut Permintaan Kompensasi Lahan Markaz Syariah Kepada PTPN Tidak Tepat
Hal tersebut berdasarkan UU Pokok Agraria pasal 34 huruf e di mana hak guna usaha hapus ditelantarkan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Presiden Republik Indonesia, Bagian Kelima Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha Pasal 12 (1) Pemegang Hak Guna Usaha
Aziz mengatakan ada 9 Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) PTPN yang sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap setingkat Mahkamah Agung.
"Sehingga di dalam sistem hukum agraria, lahan-lahan tersebut adalah merupakan lahan bebas, karena HGU hapus dengan sendirinya apabila lahan ditelantarkan oleh pihak penerima HGU, dan otomatis menjadi objek land reform, yaitu memang dialokasikan untuk kepentingan rakyat," tambahnya.