Cegah Polarisasi, NasDem Inginkan Presidential Threshold Turun Jadi 15 Persen
Fraksi NasDem DPR RI menginginkan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diturunkan jadi 15 persen dari 20 persen yang berlaku saat ini.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai NasDem DPR RI menginginkan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (Presidential Threshold/PT) diturunkan menjadi 15 persen dari 20 persen yang berlaku saat ini.
"Pertimbangannya, dua kali pemilihan Presiden dengan threshold 20 persen itu, hanya ada dua pasang calon. Karena hanya ada dua pasang calon, menyebabkan polarisasi yang tajam di masyarakat. Jadi, masyarakat terbelah," ujar Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI, Saan Mustopa, Jakarta, Selasa (26/1/2021).
Pembelahan masyarakat tersebut, kata Saan, bisa karena dukungan yang rasional, tetapi banyak juga menjadi emosional dan mengarah pada fanatisme.
"Hal itu kemudian menjurus kepada politik identitas. Untuk menghindari polarisasi di masyarakat itu, maka kami ingin angkanya (PT) diturunkan," tutur Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Baca juga: Legislator Nasdem Minta Penguatan Peran Strategis Polwan Lebih Diperhatikan
Baca juga: Politikus NasDem Dukung Menag Tinjau Ulang SKB Pendirian Rumah Ibadah
Baca juga: Dorong Pengesahan RUU PDP, Politikus Nasdem: Data Pribadi Sama Seperti Aurat
Menurut Saan, jika PT diturunkan menjadi 15 persen, maka polarisasi dapat dicegah karena pasangan capres-cawapres akan lebih dari dua pasangan.
Selain itu, PT sebesar 15 persen juga menyederhanakan konsolidasi antar partai politik, karena dua partai bisa mengusung capres.
"Jadi, lebih simpel. Proses koalisi untuk mengajukan calon, lebih mudah juga. Intinya, dengan 15 persen ini, bisa ada lebih dari dua pasang. Sehingga, polarisasi masyarakat bisa diminimalisasi," papar Saan.
Namun, jika PT diturunkan menjadi lebih kecil lagi yakni di bawah 10 persen, maka menimbulkan banyak calon.
"Banyak calon memang bagus. Masalahnya, di kita itu ada budaya asal nyapres. Tidak peduli dukungan publiknya kuat atau lemah," ucapnya.