Bapilu Golkar Respons RUU Pemilu: Kita Jalani Saja Dulu UU yang Sudah Ada
Revisi UU Pemilu ini juga memancing pro dan kontra karena membahas penyelenggaraan Pilkada yang dinormalisasi di tahun 2022 dan 2023.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM ‐ Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menyusun draf revisi undang-undang tentang Pemilu. RUU Pemilu di antaranya membahas mengenai ambang batas parlemen dan ambang batas presiden.
Revisi UU Pemilu ini juga memancing pro dan kontra karena membahas penyelenggaraan Pilkada yang dinormalisasi di tahun 2022 dan 2023.
Baca juga: Draf RUU Pemilu Atur Caleg hingga Capres Minimal Lulusan Pendidikan Tinggi
Jika undang-undang ini disahkan, Pilkada akan tetap digelar sesuai siklus lima tahunan pada 2022. Sementara calam ketentuan UU Pemilu 10 tahun 2016 tentang Pemilu, Pilkada digelar pada 2024.
Partai Golkar adalah salah satu partai politik yang keberatan dengan isi draf RUU Pemilu tersebut. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar Maman Abudrahman menilai bahwa sangatlah rasional apabila ada pihak yang menginginkan UU Pemilu tidak perlu direvisi lagi. Mengingat UU tersebut baru disahkan pada periode yang lalu di tahun 2016
"Kita belum bisa mengatakan apakah UU Pemilu yang baru disahkan di tahun 2016 lalu ini berhasil atau tidak. Mengingat pelaksanaan Pemilu serentaknya di tahun 2024 belum dijalani," ungkap Maman.
Ia pun mengatakan, para kepala daerah yang masa jabatannya berakhir di tahun 2022 dan 2023 pasti sangat menyadari bahwa tidak akan ada lagi pemilihan umum di tahun 2022 dan 2023 dikarenakan UU Pemilu ini disahkan di tahun 2016
"Artinya, pada saat mereka maju pada kontestasi politik di tahun 2017 dan 2018, mereka sudah sangat paham dan mengerti betul bahwa tidak akan ada lagi pemilihan di tahun 2022 dan 2023, sebab akan diserentakkan di tahun 2024 semuanya," sambung Maman.
Terakhir, Maman berharap UU Pemilu yang disahkan pada 2016 masih tetap berlaku.
"Kita jalani saja dulu UU Pemilu yang sudah ada ini supaya jangan sedikit‐sedikit diubah sehingga ada kepastian politik jangka panjang bagi kita semua para pelaku politik," pungkas Maman.
Selain itu, draf yang telah masuk dalam program legislasi nasional DPR 2021 ini mencantumkan ambang batas parlemen sebesar 5 persen. Sedangkan, ambang batas parlemen adalah sebesar presiden sebesar 20 persen. Dengan kata lain, angka tersebut tidak berubah dari poin yang tercantum di Undang undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.