BPJS Kesehatan Evaluasi Penerapan Perpres 64/2020 di Daerah
BPJS mengevaluasi progress pelaksanaan Perpres 64/2020 di lapangan, khususnya soal penganggaran, pendaftaran, dan ketepatan pembayaran iuran JKN-KIS.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – BPJS Kesehatan menggelar “Kelas Konsultasi Implementasi Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 dan Regulasi Turunannya” bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota se-Indonesia.
Hal ini dilakukan untuk memastikan implementasi kebijakan tersebut berjalan dengan optimal.
“Di samping itu, kami juga bermaksud mengevaluasi progress pelaksanaan Perpres tersebut di lapangan, khususnya terkait penganggaran, pendaftaran, dan ketepatan pembayaran iuran JKN-KIS. Apalagi, ada beberapa kebijakan soal penyesuaian iuran JKN-KIS yang harus betul-betul dikupas bersama agar tak ada salah persepsi,” kata Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari dalam acara yang diselenggarakan pada 27-29 Januari 2021 di Malang tersebut.
Andayani pun kembali menjelaskan beberapa poin penting yang berkaitan dengan iuran peserta JKN-KIS segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK), Pekerja Penerima Upah (PPU), serta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah di tahun 2021 ini.
“Pertama, iuran PBI JK sebesar Rp 42.000 dibayarkan oleh Pemerintah Pusat. Untuk menjamin keberlangsungan dan kesehatan keuangan jaminan kesehatan, Pemerintah Daerah berkontribusi dalam membayar iuran sesuai kapasitas fiskal daerah.
Kedua, batas paling rendah gaji yang dipotong untuk iuran JKN-KIS bagi PPU, termasuk Kepala dan Perangkat Desa, serta Pegawai Pemerintah Non Penyelenggara Negara (PPNPN) adalah upah minimum kabupaten/kota.
Lalu, mulai tahun 2021, iuran bagi PBPU dan BP yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah maupun PBPU dan BP kelas III mandiri, diperoleh dari bantuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sejumlah yang ditentukan,” papar Andayani.
Sampai dengan Januari 2021, terdapat 590.406 peserta JKN-KIS Kepala Desa dan Perangkat Desa, termasuk anggota keluarganya, yang berasal dari 164 kabupaten/kota dan 25.557 desa.
Sementara, ada 481.175 peserta JKN-KIS dari segmen PPNPN APBN dan 1.865.142 peserta JKN-KIS dari segmen PPNPN APBD. Pada kesempatan tersebut, Andayani juga mengungkapkan progress cakupan kepesertaan PBPU dan BP yang didaftarkan Pemda.
“Ada 34.884.077 peserta yang berasal dari 493 kabupaten/kota yang telah mengintegrasikan Jamkesda-nya ke JKN-KIS. Harapan kami, angka ini bisa terus bertambah dalam waktu yang tidak tertalu lama. Terlebih dengan adanya petunjuk teknis dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, kami harap Pemerintah Daerah bisa lebih mudah dalam mengimplementasikan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 di masing-masing wilayahnya,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Asuransi Sosial Sosial Kemenko PMK, La Ode Muhamad Talib, menegaskan bahwa Program JKN-KIS membutuhkan partisipasi dan dukungan dari semua pihak.
“RPJMN menargetkan tahun 2024 ini kita dapat mencapai cakupan peserta jaminan kesehatan minimal 98% dari penduduk Indonesia, sehingga mulai saat ini harus dipastikan kepesertaan JKN-KIS sesuai segmennya masing-masing. Oleh karena itu, kami mohon kerja sama dari kementerian lembaga, termasuk Pemerintah Daerah, untuk menyelaraskan pemahaman implementasi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 demi kelancaran misi kita bersama,” ujarnya. (*)