PNS Tajir Rohadi Didakwa Terima Suap Rp 4,6 Miliar dan Gratifikasi Rp 11,5 Miliar
PNS Mahkamah Agung Rohadi didakwa dengang beberapa dakwaan sekaligus terkait kasus suap dan gratifikasi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa PNS Mahkamah Agung (MA) yang menjabat Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi dengan beberapa dakwaan sekaligus.
Selain dakwaan suap Rp4,6 miliar, Rohadi juga didakwa menerima gratifikasi Rp11,5 miliar.
"Selaku selaku Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun selaku Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri Bekasi, telah menerima gratifikasi, berupa uang-uang yang ditransfer pihak lain dengan jumlahnya sebesar Rp11.518.850.000," kata jaksa membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/2/2021).
Baca juga: KPK Gelar Rekonstruksi Kasus Suap Bansos Covid-19
Jaksa menyatakan pemberian gratifikasi itu berhubungan dengan jabatan Rohadi selaku Panitera Pengganti di PN Jakarta Utara dan PN Bekasi.
Pemberian gratifikasi dimaksudkan untuk mengurus perkara atau yang bersangkutan dengan proses persidangan.
Penerimaan gratifikasi berupa transfer uang ke rekening pribadi Rohadi di Bank BCA dengan nomor 5820177292.
Gratifikasi sebesar Rp11,5 miliar itu diterima Rohadi pada kurun waktu periode bulan November 2005-Juni 2016.
Baca juga: Soal Pemukulan Nurhadi Terhadap Petugas KPK, Kuasa Hukum: Bisa Jadi Ada Provokasi Disengaja
Jaksa juga mengatakan Rohadi tidak pernah melaporkan gratifikasi itu kepada KPK dalam tenggat waktu 30 hari sebagaimana syarat dalam undang-undang.
Sehingga, uang tersebut dianggap sebagai pemberian suap.
Atas perbuatannya, Rohadi didakwa pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Terima Suap Rp4,6 Miliar untuk Urus lima (5) perkara Kasasi
PNS Mahkamah Agung Rohadi juga didakwa menerima suap Rp4,6 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara di MA.
Penerimaan suap pertama Rohadi terjadi pada tahun 2015 sebesar Rp1.210.000.000 (Rp1,2 miliar) yang diterima dari dua anggota DPRD Papua Barat periode 2009-2014, Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie untuk mengurus Kasasi atas vonis Pengadilan Tinggi Jayapura.
Rohadi juga menerima suap dari Jeffri Darmawan melalui perantaraan Rudi Indawan sebesar Rp110 juta, dari Yanto Pranoto melalui perantaraan Rudi Indawan sebesar Rp235 juta, dari Ali Darmadi sebesar Rp.1,608 miliar, serta dari Sareh Wiyono Rp1,5 miliar.
Baca juga: KPK Sayangkan Sikap Kuasa Hukum Hanya Berasumsi di Kasus Pemukulan Nurhadi
Mereka memberi suap agar Rohadi mengurus perkara yang saat itu tengah berjalan di Mahkamah Agung. Rohadi dianggap dekat dengan sejumlah hakim MA.
Adapun pemberian uang dari Jeffri Darmawan berkaitan dengan pengurusan Kasasi perdata PT Central Manunggal Prakarsa soal kasus lahan sengketa.
Sementara pemberian uang dari Yanto Pranoto menyangkut Kasasi perkara perdata PT Usaha Bintan Bersama Sejahtera (UBBS) soal lahan yang diperebutkan.
Kemudian pemberian uang dari Ali Darmadi adalah agar Rohadi mengurus gugatan perdata terhadap PT Maju Sentosa Cemerlang.
Sedangkan suap dari mantan anggota DPR RI Sareh Wiyono ditujukan agar Rohadi memenangkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan temannya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.