Indonesia dan Malaysia Akan Berjuang Melawan Diskriminasi Sawit Uni Eropa
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin membahas diskriminasi komoditas sawit oleh Uni Eropa.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin membahas diskriminasi komoditas sawit oleh Uni Eropa.
Untuk diketahui Uni Eropa menerbitkan Renewable Energy Directive (RED) II.
Aturan turunan dari RED II tersebut menetapkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku energi terbarukan yang berisiko tinggi dan tidak berkelanjutan melalui skema Indirect Land Use Change (ILUC).
"Indonesia akan terus berjuang untuk melawan diskriminasi terhadap sawit," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/2/2021).
Baca juga: Jokowi Titip Pekerja Migran Indonesia kepada PM Malaysia
Jokowi mengatakan perjuangan melawan diskriminasi sawit tersebut akan lebih optimal apabila dilakukan secara bersama-sama.
Karena itu, Indonesia mengajak pemerintah Malaysia untuk berjuang bersama melawan diskriminasi tersebut.
"Indonesia mengharapkan komitmen yang sama dengan Malaysia mengenai isu sawit ini," katanya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama , Muhyiddin mengatakan ia dan Jokowi telah mengungkapkan kebimbangan atas kampanye anti-sawit yang gencar di Eropa, Australia, dan Oceania itu.
Baca juga: Terima Kunjungan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin, Jokowi Apresiasi Perlindungan WNI di Malaysia
Menurut dia kampanya anti-sawit tersebut tidak berdasar dan bertentangan dengan kelestarian sawit dunia, serta tidak sesuai dengan komitmen Uni Eropa kepada WTO dalam penerapan perdagangan bebas.
"Malaysia akan terus bekerjasama dengan pihak Indonesia dalam isu diskriminasi minyak sawit terutama memperkasakan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC). Ini bagi memastikan kita dapat melindungi industri sawit, terutamanya bagi menyelamatkan berjuta-juta pekebun-pekebun kecil yang bergantung hidup sepenuhnya kepada industri sawit di Malaysia dan Indonesia," kata Muhyiddin.