Kemendagri Keluarkan Inmendagri Soal PPKM Skala Mikro, Kantor Boleh Buka 50 Persen
Keluarnya Inmendagri dari Mendagri Tito Karnavian itu dibenarkan oleh Kapuspen Kemendagri, Benny Irwan saat dikonfirmasi pada Minggu (7/2/2021).
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) soal Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro pada Minggu (7/2/2021).
Keluarnya Inmendagri dari Mendagri Tito Karnavian itu dibenarkan oleh Kapuspen Kemendagri, Benny Irwan saat dikonfirmasi pada Minggu (7/2/2021).
“Benar,” ujarnya singkat.
Inmendagri terkait PPKM skala mikro ditujukan kepada kepala daerah, yakni Gubernur, Bupati/Walikota di 5 provinsi Indonesia, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Baca juga: Diterapkan Mulai 9 Februari, Ini yang Perlu Diketahui Mengenai Kebijakan Baru PPKM Berskala Mikro
Salah satunya terkait kegiatan di perkantoran yang semula dibatasi hanya 25 persen, dengan keluarnya Inmendagri skala mikro kegiatan perkantoran diperbolehkan hingga 50 persen.
“PPKM mikro dilakukan dengan membatasi tempat kerja dengan menerapkan work from home (WFH) sebesar 50 persen dan work from office (WFO) sebesar 50 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat,” tercantum dalam Inmendagri.
Dalam Inmendagri juga disebutkan bahwa kapasitas kegiatan makan di restoran diperbolehkan hingga 50 persen dan layanan pesan-antar dapat dilakukan sesuai jam operasional restoran dengan tetap mengedepankan protokol.
Untuk jam operasional restoran dan pusat perbelanjaan/mall diperbolehkan hingga pukul 9 malam waktu Indonesia tanpa mengesampingkan protokol.
Baca juga: Usai Dikritik Jokowi, PPKM Jawa Bali Diganti PPKM Skala Mikro, Berlaku Mulai 9 Februari
“Pemberlakukan PPKM Mikro mulai berlaku sejak tanggal 9 Februari 2021 sampai dengan tanggal 22 Februari 2021,”
Peraturan PPKM mikro ini disebut akan dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala hingga 4 minggu kedepan oleh masing-masing kepala daerah bersama dengan pemangku kepentingan terkait.
Kepala daerah juga diimbau untuk memperkuat dan meningkatkan sosialisasi dan penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan.