Pinangki Divonis 10 tahun penjara, MAKI: Sebaiknya Jadi Justice Collaborator Ungkap Siapa King Maker
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Jaksa Pinangki Sirna Malasari hukuman 10 tahun penjara.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Jaksa Pinangki Sirna Malasari hukuman 10 tahun penjara.
Ia juga didenda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan terkait kasus korupsi kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Majelis hakim menyatakan Pinangki terbukti menerima uang dari Djoko Tjandra.
Baca juga: Jaksa Pinangki Divonis 10 Tahun Penjara, Terbukti Terima Suap dari Djoko Tjandra
Pinangki juga dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana pencucian uang dan melakukan pemufakatan jahat.
Menanggapi putusan tersebut, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mendorong Pinangki untuk jadi Justice Collaborator untuk mengungkap peran pihak lain khususnya King Maker.
"Saya menyarankan Pinangki segera mengajukan diri sebagai Justice collaborator ke KPK. Karena saat ini KPK sedang menyelidiki dugaan keterlibatan pihak-pihak lain yang belum diproses oleh Bareskrim dan Kejagung. Terutama soal king maker yang belum bisa diungkap," ujar Boyamin.
Baca juga: Divonis 10 Tahun Penjara, Jaksa Pinangki Sirna Malasari Terbukti Nikmati Hasil Kejahatannya
Menurut Boyamin, daripada Pinangki menjalani hukuman 10 tahun, tidak ada potongan dan remisi, ia bisa mengajukan menjadi JC.
"Setidaknya mengungkap king maker atau istilah 'bapak-ku' yang telah disebut-sebut. Nanti dia akan mendapat keringanan, remisi, asimilasi, sehingga tak perlu menjalani hukuman 10 tahun," katanya.
Terkait putusan hakim sendiri, Boyamin mengaku menghormatinya. "Apalagi putusan ini melampaui tuntutan jaksa. Dari 4 tahun menjadi 10 tahun. Saya sebenarnya minta 12 tahun. Tapi ini sudah 10 ya sudah mendekati rasa keadilan," katanya.
Terbukti bersalah
Jaksa Pinangki Sirna Malasari divonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (8/2/2021).
Pinangki merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Pada sidang putusan, Majelis Hakim menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
Baca juga: BREAKING NEWS: Jaksa Pinangki Sirna Malasari Divonis 10 Tahun Penjara Terkait Suap Djoko Tjandra
"Terdakwa tidak mengakui kesalahannya dan menikmati hasil kejahatannya," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto saat pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan.
Di antaranya, Pinangki adalah seorang aparat penegak hukum, menutupi keterkaitan pihak lain dalam perkara serupa, serta memberi keterangan berbelit.
Baca juga: Jaksa Pinangki Menangis Minta Divonis Ringan
Jaksa meyakini Pinangki terbukti bersalah menerima janji suap dari Djoko Tjandra sebanyak 1 juta dolar AS.
Dana yang diberikan tersebut, dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalankan penahanan selama 2 tahun.
Dari total 1 juta dolar AS itu, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung ini sudah menerima uang muka sebesar 500 ribu dolar AS.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga meyakini Pinangki melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam upaya menyembunyikan hasil korupsi itu.
Baca juga: Jelang Vonis, Jaksa Pinangki Menangis: Saya Hanya Mohon Belas Kasihan dan Keringanan Yang Mulia
"Ia membelanjakan uang tersebut di antaranya untuk membeli 1 unit mobil BMW X5 warna biru seharga Rp1,7 miliar; pembayaran apartemen di Amerika Serikat Rp412,7 juta; dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat Rp419.430 juta," ucap Eko.
Karena perbuatannya tersebut, Pinangki didakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Tipikor.
Dirinya juga didakwa, Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 11 UU Tipikor.