Respons LPSK Sikapi Permohonan Justice Colabolator Tersangka Kasus Korupsi Asabri
LPSK menyatakan penetapan status Justice Collaborator (JC) dalam dugaan korupsi yang terjadi di PT ASABRI sebaiknya merujuk pada aturan yang tepat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan penetapan status Justice Collaborator (JC) dalam dugaan korupsi yang terjadi di PT ASABRI, maupun perkara tindak pidana korupsi lainnya sebaiknya merujuk pada aturan yang tepat.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, selain untuk kepentingan pengungkapan perkara, penegak hukum juga harus mempertimbangkan saksi pelapor, sekaligus meminimalisir membuka celah hukum di kemudian hari.
Pernyataan Edwin tersebut menanggapi reaksi pihak Kejaksaan Agung yang mendapat permohonan Justice Colabolator dari tersangka dugaan korupsi kasus ASABRI, Hari Setiono dan Bachtiar Efendi.
Edwin menambahkan, terlepas dari proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan, mekanisme JC sebaiknya didudukan sesuai dengan ketentuan tata perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: Jaksa Agung Pastikan Sikat Pelindung Pelaku Korupsi Asabri
“Tujuan pemberian perlindungan adalah memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. Harapannya, pengungkapan terhadap suatu tindak pidana bisa menyeluruh. Tidak hanya terbatas kepada pelaku-pelaku kelas bawah, tetapi juga bisa menjerat pelaku utamanya” ujar Edwin melalui keterangannya, Senin (8/2/2021).
Edwin menambahkan, berdasarkan rumusan UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK.
Baca juga: Kejagung Kembali Melanjutkan Penyidikan Kasus Asabri, 6 Orang Diperiksa
Khususnya dalam kaitannya dengan memberikan perlindungan kepada saksi pelaku yang bekerja sama.
Pertama, ia mengatakan, negara telah memberikan jaminan hak terhadap saksi, korban, pelapor, ahli, maupun saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum).
Edwin berkata bahwa mereka berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, serta bebas dari ancaman yang bekenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya, sampai hak untuk menadapatkan nasihat hukum dan pendampingan.
“Bahkan khusus untuk saksi pelaku, undang-undang juga memberikan sejumlah hak lainnya, seperti keringanan penjatuhan pidana; pembebasan bersyarat, remisi tambahan dan sejumlah hak lainnya sebagai bentuk penghargaan atas kesaksian yang diberikan” kata Edwin.
Selanjutnya menurut Edwin, pemberian perlindungan dan pengajuan JC diberikan melalui LPSK.
Saat ini, satu-satunya undang-undang yang mengatur terkait saksi pelaku adalah UU 31/2014.
Berdasarkan pasal 10A ayat 4, untuk memperoleh penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana, LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutan kepada hakim.
Baca juga: Nilai Korupsi PT Asabri Fantastis, LPSK Dorong Kejagung Rekomendasi JC ke Saksi