Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Indonesia Perlu Lakukan Backdoor Diplomacy untuk Myanmar

Situasi di Myanmar semakin memprihatinkan saat masyarakat melakukan demontrasi terkait penentangan terhadap milter yang melakukan kudeta.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Indonesia Perlu Lakukan Backdoor Diplomacy untuk Myanmar
STR/AFP
Sebuah kendaraan polisi menembakkan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa selama demonstrasi menentang kudeta militer di Naypyidaw pada 8 Februari 2021 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Situasi di Myanmar semakin memprihatinkan saat masyarakat melakukan demontrasi terkait penentangan terhadap milter yang melakukan kudeta.

Polisi dan militer dikerahkan untuk membubarkan demonstrasi yang memakan korban.

Melihat situasi demikian, negara-negara ASEAN tidak dapat berbuat banyak mengingat prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara anggota.

Lalu apa yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia untuk meredakan kekerasan yang mungkin bereskalasi di Myanmar?

Sebenarnya Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai cukup sikap pemerintah Indonesia melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri telah menyampaikan keprihatinannya dan mengharapkan penyelesaian damai yang mengedepankan dialog.

Meskipun demikian Indonesia sebagai sahabat Myanmar perlu melakukan upaya lebih dalam meredakan kekerasan yang mungkin bereskalasi.

Salah satunya adalah pemerintah Indonesia perlu melakukan backdoor diplomacy.

Berita Rekomendasi

Diplomasi yang tidak menggunakan saluran formal, melainkan pendekatan informal melalui tokoh-tokoh berpengaruh di kedua negara.

“Indonesia perlu menyampaikan ke Myanmar bahwa di era saat ini penggunaan kekerasan oleh pemerintah terhadap rakyatnya sudah tidak dapat ditoleransi oleh masyarakat internasional,” ujar Rektor Universitas Jenderal A. Yani ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (10/2/2021).

Hikmahanto Juwana
Hikmahanto Juwana (dok pribadi)

“Penggunaan kekerasan dapat berujung pada pelanggaran HAM berat dan para pemimpinnya akan dimintakan pertanggung jawaban secara hukum pidana internasional,” jelas Hikmahanto.

Bahkan bila kekerasan berlanjut bukannya tidak mungkin masyarakat internasional dibawah naungan PBB melakukan intervensi bersenjata. "Intervensi ini disebut sebagai Responsibility to Protect."

Baca juga: Myanmar Memanas: Empat Terluka, Satu Kritis Akibat Luka Tembak di Kepala

 Terlebih lagi penggunaan kekerasan akan berdampak pada perekonomian Myanmar yang sudah berkembang pesat dalam mengejar ketertinggalan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Diberitakan Myanmar semakin memanas di saat polisi dan demonstran penentang kudeta militer turun ke jalan bentrok, Selasa (9/2/2021).

Reuters melaporkan, Rabu (10/2/2021), Polisi bersikap respresif terhadap demonstran yang menolak pengambil-alihan kekuasaan dari pemerintahan yang sah di bawah Aung San Suu Kyi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas