Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rendahnya Kolektibilitas dan Monitoring Penyebab Utama Masalah Sampah di Indonesia

Hingga kini, daerah-daerah di Indonesia yang sampahnya tercover hanya 39 persen.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
zoom-in Rendahnya Kolektibilitas dan Monitoring Penyebab Utama Masalah Sampah di Indonesia
Pexels.com
Ilustrasi sampah plastik. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan utama dalam penanganan sampah di Indonesia adalah rendahnya tingkat kolektibilitas.

Hingga kini, daerah-daerah yang sampahnya tercover hanya 39 persen. Sementara 61 persen wilayah Indonesia belum terlayani.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung, dalam sebuah webinar virtual dengan tema “Kemitraan Pengelolaan Sampah” yang digelar baru-baru ini.

Menurut Saut, perlu adanya keterlibatan pihak swasta untuk membantu pengelolaan sampah di 61 persen wilayah yang belum tercover itu.

Dia juga mengatakan bahwa daur ulang sampah juga tidak bisa diandalkan untuk menyelesaikan permasalahan sampah ini.

Baca juga: Lihat Orang Buang Sampah di Tempat Parkir, Wanita Ini Langsung Mengambil dan Coba Kembalikan

Menurutnya, daur ulang itu hanya mampu mengurangi sekitar 40 persen saja dari sampah yang ada.

Berita Rekomendasi

Begitu juga dengan bank sampah, hanya mampu mengurangi sampah 10-20 persen.

Ilustrasi sampah plastik
Ilustrasi sampah plastik (TRIBUNJATIM.COM)

“Jadi penting dilakukan pemilahan sampah dari sumbernya seperti dari rumah, restoran, rumah sakit, hotel, dan lain-lain.

Hal ini bertujuan agar tidak semua sampah itu terangkut ke TPA,” ujar Saut.

Dia menuturkan bahwa TPA sekarang sedang terancam krisis lahan.

Hal itu bisa terlihat dari TPA yang sudah penuh dengan sampah, bahkan hingga menjulang tinggi seperti gunung.

Baca juga: Heboh Temuan 37 Karung Sampah APD di Tenjo dan Cigudeg, Bupati Bogor dan Polisi Turun Tangan

“Dimana-mana saya lihat hampir semua TPA tidak punya lahan lagi untuk kapasitasnya.

Oleh karena itu, saya mendorong semua pemda membuat perencanaan jangka pendek untuk mengolah sampahnya supaya tidak lagi lari ke TPA,” ucap Saut.

Dia juga sepakat jika persoalan sampah ini tidak boleh hanya dibebankan kepada produsen saja. Hal itu mengingat permasalahan sampah itu yang begitu kompleks.

“Tugas utama permasalahan sampah ini sebetulnya ada di pundak pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi.

Jadi seharusnya pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pengelolaan sampah ini,” tukasnya.

Karena, dia melihat masih belum ada standar berapa anggaran yang sebenarnya dibutuhkan untuk bisa mengatasi masalah sampah ini untuk membangun infrastruktur dan tempat-tempat koleksi sampah.

“Cara yang paling gampang adalah memberdayakan bumdes-bumdes melalui dana desanya membeli angkutan transportasi untuk mengangkut sampah ke rumah-rumah sehingga, warga desa tidak lagi membuang sampah ke lingkungan atau membakar-bakar sampah bahkan membuang sampah ke sungai,” kata Saut.

Ketua Bank Sampah Patriot Bekasi, Endang juga setuju bahwa untuk pengelolaan sampah ini perlu kolaborasi dari semua stakeholder.

Kata Endang, sampah ini harus dipilah mulai dari rumah. Sayangnya, dia melihat monitoring di lapangannya kurang kontinyu dilakukan.

“Tidak dilakukan monitoring secara terus menerus. Kemudian tidak ada punishment dan reward yang diberikan. Jadi, perlu adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah di Indonesia,” katanya.

Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, mengatakan perlunya membangun kebiasaan atau habit untuk mengelola sampah ini dari awal bagi masyarakat Indonesia.

Artinya, mulai dari tingkat playgroup perlu adanya program pendidikan bagaimana cara pengolaan sampah yang baik dan benar.

Selain masyarakat dan pemerintah, Atong mengatakan industri juga memiliki peran penting dalam pengelolaan sampah ini.

Dia mengapresiasi apa yang telah dilakukan perusahaan air minum AQUA.

“Perusahaan minuman AQUA ini sudah menggunakan reuse untuk botol kemasannya. Ini kita coba apresiasi hal ini,” katanya.

Salah satu contoh daerah yang berhasil mengelola sampahnya dengan baik dan pantes ditiru oleh daerah-daerah lainnya adalah Kabupaten Lamongan.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan, Anang Taufik, menyampaikan setiap bulan Kabupaten Lamongan bisa mengurangi sampah yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dari 1.200 ton menjadi 500 ton pada tahun 2020 lalu.

“Kami dapat mengelola sampah di daerah kami tentunya karena perjuangan dan kepedulian bersama. Tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat dan semua pihak-pihak terkait,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas