BPIP: Kritikan Sekarang Lebih Kepada Benci Serta Tidak Berdasarkan Fakta dan Data
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menanggapi terkait ruang demokrasi yang terjadi saat ini.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Kritik juga tidak boleh merusak martabat kemanusiaan.
“Kritik itu pedas tapi berdasarkan fakta data dan kenyataan. Tapi jika memanipulasi keadaan itu bukan kritik. Fakta, data, dan kenyataan harus seimbang harus bisa dikatakan kritik. Terpenting tidak boleh kritik merusak martabat kemanusiaan,” ujar Benny.
Baca juga: Jokowi Minta Dikritik, Demokrat: Mungkin Ditujukan ke Pendukungnya yang Selama Ini Hanya Memuji
Benny menjelaskan kedepannya ruang demokrasi harus dibangun dengan kesadaran etis, kesadaran berargumentasi, dan kesadaran untuk membangun wacana, itulah ruang demokrasi yang sesungguhnya.
“Ruang demokrasi yang sehat perlu nalar yang sehat. Kritik harus meluruskan sesuatu yang salah. Gagasan harus dilawan dengan gagasan,” ujar Benny.
Benny berharap bahwa ruang demokrasi membutuhkan ruang publik yang sehat dan terbebas dari isu SARA dan penghinaan pribadi.
"Ruang demokrasi membutuhkan ruang publik yang sehat dari unsur kebencian , menghinaan pribadi , unsur sara serta rekayasa kebohongan," ujarnya.
Sebelumnya masalah kritik mencuat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat menyampaikan kritik kepada pemerintah agar pelayanan publik menjadi lebih baik.
Permintaan Presiden tersebut lantas dinilai sejumlah pihak sebagai pepesan kosong karena banyak yang tersangkut hukum karena melontarkan kritik kepada pemerintah.
Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam diskusi yang digelar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempertanyakan bagaimana cara mengkritik pemerintah tanpa berurusan dengan Polisi.
Masalah kritik tersebut kemudian dikaitkan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilai menjadi alat untuk "membungkam" mereka yang mengkritik pemerintah.
Ramainya masalah kritik tersebut, kemudia direspon pemerintah yang mewacanakan revisi UU ITE.
Dalam rapat pimpinan TNI/Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin, (15/2/2021). Presiden mengatakan akan meminta DPR untuk merevisi UU ITE, bersama pemerintah, apabila undang-undang tersebut tidak memberikan rasa keadilan.
"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ini," kata Jokowi.
Revisi UU ITE tersebut kata presiden terutama dilakukan pada pasal-pasal karet yang multi tafsir. Pasal-pasal yang bisa ditafsirkan secara sepihak.
"UU ITE ini. Karena di sinilah hulunya. Hulunya ada di sini, revisi," kata Jokowi.