PKS Dorong Penerbitan Perppu UU ITE, PDIP: Saat Ini Belum Diperlukan
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menilai, Perppu bisa diterbitkan jika kondisi objektif memenuhi tiga syarat.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menilai, Perppu bisa diterbitkan jika kondisi objektif memenuhi tiga syarat.
Tiga syarat itu adanya kegentingan yang memaksa, ada kekosongan hukum, dan pembentukan hukum dengan cara atau prosedur normal memakan waktu terlalu panjang.
"Dari tiga prakondisi ini, nampaknya Perppu tidak diperlukan," kata Hendrawan saat dihubungi Tribunnews, Kamis (18/2/2021).
Anggota Komisi XI DPR RI itu menjelaskan, revisi UU bisa dilakukan tanpa memakan waktu lama jika usulan perubahan jelas.
Menurutnya, tidak perlu tergesa-gesa dalam membahas suatu UU, apalagi jika UU itu memiliki kompleksitas yang tinggi.
"Kita tidak perlu kemrungsung, tergopoh-gopoh, karena yang akan diatur masalah dengan komplikasi yang tinggi," ujar Hendrawan.
Baca juga: Safenet: UU ITE Momok Menakutkan Kebebasan Berekspresi Masyarakat
Diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Achmad Dimyati Natakusumah, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Dimyati, lebih tepat menerbitkan perppu ketimbang melakukan pembahasan revisi UU ITE bersama Parlemen.
Sebab, jika mengikuti proses perundang-undangan, maka butuh waktu yang cukup panjang.
"Itu lebih bagus juga kalau perppu, karena ini tidak boleh ditunda, kan harus masuk prolegnas dulu," kata Dimyati kepada wartawan, Rabu (17/2/2021).
"Jadi kalau misalnya mau diubah Undang-undang itu kan inisiatifnya, inisiatif pemerintah. Tetap harus ada prolegnas dulu, namanya prolegnas lima tahunan, menengah dan harus masuk prolegnas prioritas, bisa masuk pada kumulatif terbuka. Tapi kan lama progresnya," imbuhnya.
Dimyati menyatakan, UU ITE yang berlaku saat ini membuat banyak orang ketakutan untuk mengeluarkan pendapat.
Tak jarang, UU ITE ini dijadikan alat kriminalisasi seseorang melalui pasal karet dan multitafsir yang ada didalamnya.
Oleh karena itu, penerbitan perppu menjadi cara terbaik saat ini untuk mengantisipasi jatuhnya korban yang lebih banyak.
"Kalau mau cepat ya perppu saja sudah. Nanti sama DPR disahkan. Saya termasuk yang setuju lah kalau terjadi itu," ujarnya.