Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perkuat Alutsista, Indonesia Borong Jet Tempur Canggih AS dan Prancis

Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat akan mendatangkan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
zoom-in Perkuat Alutsista, Indonesia Borong Jet Tempur Canggih AS dan Prancis
national interest
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat akan mendatangkan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern.

Alutsista yang dimaksud antara lain pesawat multi-role combat aircraft F-15 EX, serta jet tempur Dassault Rafale.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo menyatakan, pihaknya akan membeli sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern secara bertahap hingga tahun 2024.

Baca juga: Komisi I DPR Minta Kemenhan Masifkan Sosialisasi Komponen Cadangan Sebelum Perekrutan

”Mulai tahun ini hingga 2024 kita akan segera merealisasikan akuisisi berbagai alutsista modern secara bertahap,” kata Fadjar dalam keterangan resminya saat berpidato di Rapim TNI AU di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (19/2/2021).

Baca juga: Letjen Herindra Akan Berduet dengan Prabowo Pimpinan Kemenhan, Ini Sepak Terjangnya di Dunia Militer

F-15 EX merupakan pesawat pabrikan Boeing, Amerika Serikat (AS). Pesawat ini merupakan versi paling baru dari F-15 dan disebut yang paling canggih.

Pesawat ini dilengkapi sistem peperangan elektronik Eagle Passive/Active Warning and Survivability System. Kemampuan tersebut berguna untuk meningkatkan efektivitas misi dan kemampuan bertahan bagi operator.

Dilansir dari situs Boeing, F-15EX menyelesaikan penerbangan pertama pada 2 Februari 2021. Varian modern dari F-15 ini juga mencakup kontrol penerbangan fly-by-wire, kokpit digital baru, radar AESA modern dan ADCP-II, dan diklaim beroperasi dengan komputer misi tercepat di dunia.

Berita Rekomendasi

Boeing menjelaskan produknya ini mengantongi sertifikasi pengangkutan senjata yang tak tertandingi dan izin muatan memungkinkan pengangkutan senjata canggih yang tidak dapat dibawa di teluk internal seperti senjata hipersonik.

Boeing juga mempromosikan kecanggihan radar dan sensor jet tempur F-15EX, di mana menghadirkan rangkaian peperangan elektronik terintegrasi untuk memberikan spektrum perlindungan penuh sambil memungkinkan keterlibatan dominan dari ancaman baru dan yang muncul.

Masih dari situs Boeing, F-15EX diklaim menampilkan kokpit abad ke-21, menyediakan akses waktu nyata terkait informasi medan perang dan meningkatkan pemahaman pilot tentang lingkungan mempercepat pengambilan keputusan saat bertempur. Terakhir, Boeing menyebut F-15EX menghadirkan arsitektur Sistem Misi Terbuka untuk memungkinkan penyisipan, teknologi digital yang cepat.

Adapun Dassault Rafale adalah jet temput buatan Perancis. Dilansir dari situs resminya, pesawat ini memiliki kapabilitas 'Omnirole'. Rafale juga dapat berperan dalam misi permanen 'Peringatan Reaksi Cepat' pertahanan udara atau kedaulatan udara.

Dassault Rafale diklaim mampu sebagai proyeksi kekuatan dan penyebaran untuk misi eksternal, misi serangan dalam, dukungan udara untuk pasukan darat, misi pengintaian, serangan pelatihan pilot, dan tugas pencegahan nuklir .

Dassault menyebut Rafale dilengkapi keserbagunaan, yaitu kemampuan dengan sistem yang sama untuk melakukan misi yang berbeda, interoperabilitas atau kemampuan untuk bertarung dalam koalisi dengan sekutu, menggunakan prosedur umum dan perjanjian standar, serta berkolaborasi dan berkomunikasi secara real-time dengan sistem lain.

Rafale juga diklaim baik unjuk kekuatan di ketinggian rendah, kecepatan tinggi yang dissuasive), atau bahkan membatalkan misi sampai detik terakhir (reversibilitas).

Terkait harga, hingga saat ini belum ada keterangan resmi berapa harga kontrak pengadaan F-15 EX maupun Dassault Rafale. Di Amerika Serikat sendiri nilai kontrak pengadaan pesawat tersebut masih jadi tanda tanya.

Menurut laporan Air Force Magazine, biaya per unit F-15EX dalam kontrak yang baru dibuat Angkatan Udara AS mencapai sebesar US$87,7 juta atau sekitar Rp1,2 triliun (kurs Rp14.010 per dolar AS).

Namun hal tersebut dibantah Wakil Presiden Boeing dan Manajer Program F-15 Prat Kumar. Dalam wawancaranya kepada Forbes, ia mengatakan US$87,7 juta adalah angka yang dipublikasikan dalam pengajuan anggaran kepada Presiden AS untuk 2021. "Ini bukan nomor kontrak," kata dia.

Sementara dalam wawancara terpisah, seorang juru bicara Angkatan Udara berkata US$87,7 juta merupakan perkiraan biaya per unit pesawat.

"Sesuai dengan permintaan anggaran Departemen Angkatan Udara (DAF) 2021, perkiraan biaya unit pesawat terbang adalah US$87,7 juta," ucapnya.

Berbeda dengan F-15 EX, biaya pengadaan Dassault Rafale dilaporkan lebih mahal. Melansir Aircrafts Compare, untuk per unit Rafale Indonesia mesti merogoh kocek sebesar US$115 juta atau sekitar Rp1,6 triliun (asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS).

Hal serupa dikonfirmasi Defence Industry Daily yang menyebut kalau satu unit pesawat ini dihargai lebih dari 100 juta euro.

Sejumlah negara dikabarkan telah membeli jet tempur tersebut di antaranya India, Libya, Inggris, dan Swiss.
Terbaru, portal defense news melaporkan Menteri Pertahanan Yunani menandatangani kontrak pengadaan 18 jet tempur Rafale dengan kesepakatan nilai US$ 3,04 miliar awal Januari lalu.

Merujuk dokumen Rapim TNI 2021 beberapa waktu lalu, Indonesia rencananya akan memboyong 36 unit Rafale dan 8 unit F-15 EX.

Harapannya, 6 unit F-15 EX sudah tiba di Tanah Air sebelum 2022. Selain dua alutsista tersebut TNI AU juga membidik pesawat berupa multi role tanker transport dan pesawat angkut Hercules jenis C-130 J.

Tak hanya itu, ada juga Radar GCI3, pesawat berkemampuan airborne early warning, UCAV berkemampuan MALE dan berbagai alutsista lainnya.

"Kita juga akan melaksanakan modernisasi berbagai pesawat tempur TNI AU, yang pelaksanaannya akan dimulai pada tahun ini," kata Fadjar.

Jet tempur F-15 EX buatan Boeing dan Rafale memang sudah lama jadi incaran Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Pada 2020 silam Prabowo sempat berkeliling melakukan penjajakan untuk akuisisi alutsista ke berbagai negara termasuk jet tempur AS dan Perancis. KSAU menyebutkan, Prabowo telah berupaya melaksanakan diplomasi pertahanan dengan sejumlah negara sahabat.

Diplomasi ini guna mempercepat proses pembangunan kekuatan TNI, salah satunya belanja alutsista mutakhir.

Selain membangun kekuatan TNI dalam menjaga kedaualatan negara, menurut KSAU, pengadaan alutsista juga sebagai salah satu bentuk diplomasi pertahanan yang bernilai strategis terhadap konstelasi politik global.
Walaupun begitu, Fajar mengakui upaya pengadaan alutsista sempat mengalami sejumlah perubahan karena kondisi global dan kemampuan negara.

"Meski memiliki pedoman postur, renstra, maupun MEF, dalam pelaksanaannya itu sangat bergantung pada berbagai faktor dan kondisi yang terus berubah secara dinamis," kata dia.

Fadjar menilai alutsista terbaik harus memenuhi kebutuhan operasi, mendapatkan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan serta sesuai dengan kemampuan negara dan kondisi TNI AU.(tribun network/git/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas