Kemandirian dan Ketahanan Energi Harus Terus Diperjuangkan
Pemanfaatan EBT sudah seharusnya menjadi prioritas nasional untuk mengurangi ketergantungan negara pada energi fosil
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Energi merupakan komoditas strategis dan vital baik ditinjau dari segi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan nasional.
Sejarah membuktikan bahwa Isu energi sangat erat kaitannya dengan ketahanan nasional suatu negara.
Sekitar 70 % konflik yang terjadi di dunia bersumber dari isu energi dan pangan sehingga ketersediaan energi menjadi isu strategis global yang bisa menjadi sumber konflik bahkan perang antar negara.
"Oleh karena itulah maka kemandirian dan ketahanan energi sudah seharusnya menjadi salah satu kepentingan nasional utama Indonesia yang perlu terus diperjuangkan," kata Pontjo Sutowo, Ketua Aliansi Kebangsaan dalam FGD secara daring tertema Penguasaan dan Pengembangan Teknologi dalam Rangka Penguatan Sektor Energi dan SDA belum lama ini.
Pontjo menyebut, ketahanan energi sangat ditentukan oleh empat aspek utama, yaitu availability, accessibility, affordability, dan acceptability.
Baca juga: Bontang Inovasi Tenaga Surya, Ketua DPD RI Dorong Percepatan Energi Terbarukan
Untuk memenuhi aspek- aspek ketahanan energi tersebut, maka mewujudkan bauran energi (energy mix) nasional menjadi sangat penting agar tidak tergantung hanya kepada satu sumber energi saja.
Harus diakui hingga saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada energi berbasis fosil (minyak bumi dan batu bara) sebagai sumber energi nasional, utamanya untuk mencukupi kebutuhan di sektor transportasi, industri dan kelistrikan.
Eksploitasi secara terus menerus sumber energi fosil yang tidak dapat diperbaharui tersebut dapat menyebabkan sumber cadangan jenis energi ini suatu saat akan habis.
Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis fosil dan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, adalah dengan pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBT) atau populer dengan sebutan energi hijau yaitu sumber energi yang dapat diperbaharui secara terus menerus sehingga keberadaannya di alam ini tidak akan habis.
Baca juga: Pontjo Sutowo: SPPN Tidak Mampu Mengintegrasikan dan Mensinkronisasi Pembangunan
Selain itu, sumber energi terbarukan adalah sumber energi ramah lingkungan yang dapat memberikan kontribusi terhadap isu perubahan iklim dan pemanasan global.
"Oleh karena itu, pemanfaatan EBT sudah seharusnya menjadi prioritas nasional untuk mengurangi ketergantungan negara pada energi fosil, dan pada saatnya akan mendukung peningkatan stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan, serta memungkinkan Indonesia untuk memenuhi komitmen mitigasi perubahan iklim di bawah Paris Agreement," katanya.
Pemerintah telah mentargetkan kontribusi EBT dalam bauran energi nasional mencapai 23% di tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050, sebagaimana tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 22 Tahun 2017.
"Tentu masih banyak tantangan yang harus kita hadapi dalam pengembangan EBT ini untuk meningkatkan share EBT dalam bauran energi nasional kita.
Inovasi teknologi diyakini menjadi salah satu faktor kunci pengembangan energi baru terbarukan (EBT)," katanya.
Baca juga: Pembangunan Berkelanjutan Melalui Ketahanan Energi
Namun mengembangkan EBT membutuhkan investasi dalam jumlah besar, namun dengan input teknologi, akan memungkinkan EBT menjadi lebih terjangkau dan lebih ekonomis.
Untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan EBT, selain meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan inovasi teknologi, seharusnya juga berbasis potensi lokal (lokalitas), karena secara geografi dan sebaran potensi EBT Indonesia memang sangat beragam.
"Dengan demikian, maka setiap daerah dapat mengembangkan dan menggunakan energi terbarukan secara efektif dan efisien dengan jenis yang berbeda sesuai potensi setempat," katanya.
Berkaca dari pengalaman negara-negara lain, lokomotif pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan terletak pada dunia usaha atau korporasi yang menjadi ujung dari pengembangan, penggunaan, dan pemasaran inovasi-teknologi.
Mengingat pengembangan sektor energi skalanya sangat besar dan membutuhkan investasi dalam jumlah besar pula.
"Menurut hemat saya harus ada korporasi yang diberi tugas sebagai lead corporation yang menjadi motor dalam pengembangan sektor energi.
Selain itu, perlu juga ada rekayasa sosial (social engineering) untuk menarik para pengusaha ikut ambil bagian dalam pengembangan sektor energi sehingga jumlah dan kulaitas pengusaha-nya meningkat," katanya.