Airlanga: 51 Persen Izin Usaha Pakai Sistem OSS, Siap Berjalan Juli 2021
Empat PP tersebut mengatur pelaksanaan Program JKP serta menyempurnakan ketentuan mengenai waktu kerja, hubungan kerja, dan pPHK, serta pengupahan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah telah menyelesaikan 51 peraturan pelaksana Undang-undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa hal mendasar yang diatur dalam PP dan Perpres tersebut adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud dan tujuan UU Cipta Kerja.
“Hal itu akan dapat memperluas lapangan kerja baru, dan diharapkan akan menjadi upaya Pemerintah mengungkit ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan sebesar 5,3% pada tahun 2021 ini,” katanya, Minggu (21/2/2021).
PP dan Perpres yang telah disahkan sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tersebut telah dapat dioperasionalkan atau diimplementasikan, namun K/L akan melakukan penyesuaian untuk petunjuk teknis pelaksanaan (misalnya terkait SDM, anggaran, dan organisasi). Pengaturan teknis tersebut tidak akan mengganggu implementasi PP dan Perpres.
"Terkait implementasi dalam Sistem OSS, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini tengah melakukan peningkatan sistem dan akan dapat berjalan sepenuhnya paling lambat 4 bulan setelah PP ditetapkan atau sekitar Juli 2021," kata Airlangga.
Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk penyiapan dan penyesuaian dalam pelayanan perizinan di daerah melalui Sistem OSS, termasuk untuk penyiapan SDM, infrastruktur jaringan, perangkat pendukung, serta penyesuaian Peraturan Daerah (Perda) terkait.
“K/L terkait akan menyampaikan penjelasan detil atas masing-masing PP dan Perpres, serta akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan, dan juga media dalam waktu dekat ini,” pungkas Menko Airlangga.
Menko Airlangga mengatakan pengaturan yang berkaitan dengan perizinan dan kegiatan usaha sektor merupakan upaya reformasi dan deregulasi yang menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi.
Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko dalam UU ini mengubah pendekatan kegiatan berusaha dari berbasis izin ke berbasis risiko (Risk Based Approach/RBA).
Rinciannya sebagai berikut:
Cakupan kegiatan berusaha mengacu ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2020
Hasil RBA atas 18 sektor kegiatan usaha (1.531 KBLI) sebanyak 2.280 tingkat risiko, yaitu: Risiko Rendah (RR) sebanyak 707 (31,00%), Risiko Menengah Rendah (RMR) sebanyak 458 (20,09%), Risiko Menengah Tinggi (RMT) sebanyak 670 (29,39%), dan Risiko Tinggi (RT) sebanyak 445 (19,52%).
Berdasarkan hasil RBA tersebut, lanjutnya, maka penerapan Perizinan Berusaha berdasarkan risiko dilaksanakan sebagai berikut: RR hanya Nomor Induk Berusaha (NIB), RMR dengan NIB + Sertifikat Standar (Pernyataan), RMT dengan NIB + Sertifikat Standar (Verifikasi), dan RT dengan NIB + Izin (Verifikasi).
Airlangga memaparkan implementasi di sistem melalui Online Single Submission (OSS) yakni untuk RR & RMR akan dapat selesai di OSS dan dilakukan pembinaan serta pengawasan, sedangkan untuk RMT dan RT dilakukan penyelesaian NIB di OSS serta dilakukan verifikasi syarat/standar oleh kementerian/lembaga/daerah dan dilaksanakan pengawasan terhadapnya.
"Maka 51% kegiatan usaha cukup diselesaikan melalui OSS, termasuk di dalamnya adalah kegiatan UMK," pungkas Airlangga. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.