Bamsoet Sosialisasikan Empat Pilar kepada Dewan Pengacara Nasional Indonesia
Satu di antara aspek yang diukur adalah penegakan hukum dan proses peradilan, baik perdata maupun pidana.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjelaskan, berdasarkan indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara.
Satu di antara aspek yang diukur adalah penegakan hukum dan proses peradilan, baik perdata maupun pidana.
Hal itu disampaikannya dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada anggota Dewan Pengacara Nasional Indonesia (DPNI), secara virtual, Jumat (26/2/2021).
"Merujuk hasil survei yang diterbitkan Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Menunjukkan persoalan penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan berbagai persoalan. Dalam kaitan ini, advokat mempunyai andil, kontribusi, sekaligus tanggungjawab kolektif untuk meningkatkan citra penegakan hukum di Indonesia," kata Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini mengapresiasi kesuksesan Ujian Profesi Advokat yang diselenggarakan DPNI.
Baca juga: Ketua MPR Ingatkan Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Pangan
Dari sekitar 1.100 pendaftar, sekitar 650 orang lolos mengikuti ujian secara daring.
Meskipun DPNI baru dideklarasikan pada 30 November 2020, namun terbukti bahwa usia muda tidak menjadi kendala bagi DPNI untuk menunjukkan kerja nyata.
"Banyaknya advokat yang lulus menjalani ujian profesi harus disambut hangat. Mengingat hingga saat ini jumlah profesi advokat di Indonesia masih terbatas. Hingga pertengahan 2019, diperkirakan jumlah advokat baru sekitar 50.000. Jumlah yang sangat kecil, terutama jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang saat ini diperkirakan sebanyak 270 juta jiwa," ucap Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini mengingatkan, walaupun sudah lulus ujian profesi, kualitas profesionalisme dan integritas menjaga marwah advokat sebagai profesi yang terhormat masih akan terus diuji dan ditempa seiring perjalanan waktu.
Hal lain yang perlu diingat, menyandang profesi advokat tidak serta merta menjadikan seseorang kebal hukum.
"Sudah ada puluhan advokat yang tersandung kasus pidana. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga tahun 2020 tercatat 12 pengacara yang terjerat tindak pidana korupsi. Sebagai konsekuensinya, advokat juga dianggap turut bertanggungjawab dan mempunyai andil dalam membentuk persepsi negatif terhadap citra lembaga peradilan di Indonesia," ucap Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, advokat juga memiliki tantangan meluruskan stigma atau persepsi yang keliru dari masyarakat.
Salah satunya pandangan yang mengidentikkan advokat dengan klien yang dibelanya.
Misalnya, ketika advokat menjadi pembela seorang koruptor, seakan-akan menjadikan advokat tersebut sama buruknya dengan koruptor.
"Stigma dari masyarakat tersebut tak lepas karena adanya beberapa pelanggaran kode etik yang dilakukan advokat dalam menjalankan profesinya. Karenanya, sangat penting bagi setiap advokat untuk menjaga integritas dan profesionalisme. Serta yang tidak kalah penting, adalah teguh pendirian dalam memperjuangkan dan membantu masyarakat untuk mendapatkan akses keadilan hukum," pungkas Bamsoet.