SAFEnet Sebut Polisi Virtual Akan Timbulkan Ketakutan Baru pada Masyarakat
Kebijakan terbaru dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bermaksud mencegah masyarakat agar tak terjebak dan melanggar hukum
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang kebebasan ekspresi, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), mengkritik keras kebijakan Polri yang memberlakukan Virtual Police (VP) di bawah Mabes Polri guna memantau aktivitas masyarakat di dunia maya.
Kebijakan terbaru dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bermaksud mencegah masyarakat agar tak terjebak dan melanggar hukum pidana Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akibat postingan di platform media sosial.
Meski kebijakan itu terlihat baik, namun Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto justru berpandangan hal tersebut akan menimbulkan rasa kecemasan berlebihan. Damar berpendapat polisi virtual yang bertujuan memberi rasa aman pada masyarakat justru berpotensi menciptakan ketakutan baru dalam bermedia sosial.
Baca juga: Ragam Promo Menarik KIA Motors di Pameran Online di IIMS Virtual 2021 X Shopee
Hal ini diakibatkan aksi petugas polisi virtual dinilai terlalu jauh masuk ke dalam ranah ruang privat seseorang di dunia digital.
"Polisi Virtual ini saya rasa malah menimbulkan ketakutan baru. Karena setaiap saat polisi bisa hadir sewaktu-waktu di ruang privat [digital] masyarakat," kata Damar saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (26/2/2021).
Damar menyebut kemunculan polisi virtual akan menghidupkan potensi antikebebasan berekspresi. Ia mengibaratkan suatu kondisi di mana negara terus-menerus memantau apa yang dilakukan warganya.
Baca juga: Pimpinan DPR Minta Polri Sosialisasi Peran Virtual Police Kepada Masyarakat
Dalam situasi tersebut, negara akan selalu merespon dan memberikan peringatan keraa kepada warga yang dianggap keliru dalam bersuara di dunia maya. Jika hal ini terjadi, masyarakat akan terus dihantui rasa takut berlebih karena setiap saat dipantau oleh polisi virtual.
"Tanpa kehadiran polisi langsung saja, warga sudah ketakutan dengan ancaman UU ITE apalagi dengan cara yang seperti ini. Jangan sampai Virtual Police ini justru menambah ancaman ketakutan baru untuk masyarakat," ungkap Damar.
Tak hanya itu, Damar mendesak pada pihak polisi virtual agar jangan meniadakan ruang pembelaan bagi warga. Sebab, jika unggahan di internet itu dianggap menimbulkan kebencian atau melanggar UU ITE maka polisi begitu cepat merespon sebuah akun yang dinilai melanggar.
Baca juga: Indonesia Modification Expo 2021 Siap Diselenggarakan Full Virtual
Terlebih, SAFEnet menilai polisi virtual cenderung mendahului proses peradilan sehingga warga hanya memiliki satu opsi yakni patuh atau dihukum.
"Jangan sampai kehadiran polisi virtual mengganggu kebebasan berpendapat masyarakat. Ini yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaannya harus mengedepankan edukasi, bukan hadir sebagai sosok yang mau menghukum kalau warga tidak patuh," tutup Damar.
Sebagai informasi, Polri secara resmi memberlakukan polisi virtual sebagai unit yang akan memantau potensi pelanggaran UU ITE di internet.
Nantinya, polisi virtual bertugas memantau aktivitas masyarakat yang memosting sebuah unggahan konten yang dinilai berpotensi melanggar UU ITE.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.