P2G Nilai Pembahasan Penyederhanaan Kurikulum Tidak Terbuka
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai proses pembahasan penyederhanaan kurikulum sangat tertutup.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai proses pembahasan penyederhanaan kurikulum sangat tertutup.
Satriwan menilai pembahasan penyederhanaan kurikulum yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak melibatkan pemangku kepentingan pendidikan.
Ketertutupan pembahasan ini, menurut Satriwan, merupakan preseden buruk di tengah keterbukaan informasi publik.
Baca juga: Kemendikbud Kucurkan Dana BOS Rp 52 Triliun, Sebagian untuk Biayai Prokes Belajar Tatap Muka
"Ini saya rasa menutup ya partisipasi publik, ini preseden yang buruk itu. Padahal ini eranya keterbukaan keterbukaan ya. Ada undang-undang KIP namanya. Pak presiden kita juga memberikan ruang kepada semua pemangku kepentingan memberikan kritik ya kan," ujar Satriwan dalam webinar Ngopi Seksi, Minggu (28/2/2021).
Menurut Satriwan, tertutupnya pembahasan ini akan menghasilkan kurikulumnya yang kurang berkualitas.
Baca juga: Kemendikbud Sebut Pemberdayaan Desa Bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar
Baginya, masukan dari publik serta pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk memperkaya penyederhanaan kurikulum.
"Jadi kalau modal seperti ini, saya rasa tidak akan kaya apa yang diperbincangkan di sana ya. Jadi ketika perbincangan publik nya sudah mulai tidak terbuka," ucap Satriwan.
Dirinya mempertanyakan tertutupnya sikap Kemendikbud dalam pembahasan penyederhanaan kurikulum ini.
"Jadi kembali ke yang tadi menjadi pertanyaan kenapa, karena tidak terbuka. Ketidakterbukaan dari Kemendikbud ini bisa jadi karena tidak percaya diri ya, atau memang ingin memberikan surprise kepada kita ya," kata Satriwan.
Baca juga: Sekjen Kemendikbud Ajak Sinergikan Klub Literasi Sekolah dengan Kampus Mengajar
Satriwan membandingkan dengan pembahasan pembentukan kurikulum 2013 yang, menurutnya, lebih bersifat terbuka.
Saat itu, Satriwan mengatakan pembahasan kurikulum 2013 sangat terbuka.
Meski terjadi pro dan kontra dari publik dan pemangku kepentingan pendidikan.
"Kalau yang dulu yang Prof Hamid (kurikulum 2013) sangat terbuka. Polemik di publik, di media berdebat. Yang menolak banyak, kawan-kawan senior-senior kami juga dari organisasi guru banyak yang menolak waktu itu. Yang mendukung juga ada yang tokoh-tokoh turun gunung berdebat di media-media," ungkap Satriwan.
Bahkan, menurutnya Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud serta BSNP tidak dilibatkan dalam pembahasan penyederhanaan kurikulum ini.
Menurut Satriwan yang lebih diberdayakan adalah sekolah swasta. Namun dirinya tidak menyebut secara spesifik sekolah swasta tersebut.
"Penglihatan saya, Pusat Kurikulum juga tidak terlalu berperan, apalagi BSNP. Ya Pusat Kurikulum saja tidak diberdayakan, karena yang lebih diberdayakan sekolah swasta," kata Satriwan.