Sikap PP Muhammadiyah Terhadap Perpres Soal Investasi Miras Sebelum Dicabut Jokowi
Untuk itu PP Muhammadiyah menilai Perpres nomor 10/2021 sama sekali tidak mempertimbangkan aspek-aspek kesehatan, norma-norma sosial, dan moral agama.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) Agung Danarto menyampaikan pernyataan sikap PP Muhammadiyah terkait Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 Tahun 2021 (Pepres 10/2021) tentang Bidang Usaha Penanaman Modal atau Perpres Miras.
Pernyataan sikap PP Muhammadiyah tentang terhadap Perpres nomor 10/2021 disiarkan secara langsung di antaranya melalu kanal Youtube Muhammadiyah Channel pada Selasa (2/3/2021) pukul 12.30 WIB.
Agung menyatakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan perhatian seksama terhadap materi Perpres nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang antara lain menyatakan bahwa minuman keras dikategorikan sebagai bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
Sebagaimana dalam lampiran 3 Perpres tersebut pada poin nomor 31, 32, 33, dan pasal-pasal lainnya, kata Agung, ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol dengan berbagai jenis merupakan salah satu bidang usaha yang terbuka.
Ia melanjutkan dalam lampiran tersebut dijelaskan investasi dan produksi dibuka di Provinsi Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
Baca juga: Jokowi Cabut Perpres Miras, Ini Kata Waketum MUI Anwar Abbas
Dijelaskan juga, kata Agung, investasi dimungkinkan dibuka di provinsi lain dengan syarat dan persetujuan tertentu.
Di dalam Perpres nomor 10/2021 tersebut, kata Agung, disebutkan bahwa alasan dibukanya investasi, distribusi, dan tata niaga miras antara lain peluang ekspor dan alasan-alasan ekonomi yang lainnya.
Untuk itu PP Muhammadiyah menilai Perpres nomor 10/2021 sama sekali tidak mempertimbangkan aspek-aspek kesehatan, norma-norma sosial, dan moral agama.
Sehubungan dengan hal tersebut PP Muhammadiyah menyatakan empat poin sikapnya.
"Pertama, sangat berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres nomor 10/2021 khususnya yang tekait dengan investasi, produksi, distribusi dan tata niaga miras," kata Agung pada Selasa (2/3/2021).
PP Muhammdiyah menilai Perpres nomor 10/2021 berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, kerusakan akhlak, dan meningkatnya tindak kriminal.
Untuk itu, kata Agung, pemerintah tidak seharusnya mengambil kebijakan yang hanya mengutamakan aspek ekonomi dengan mengesampingkan aspek-aspek budaya bangsa yang luhur dan ajaran agama karena tidak sesuai dengan Pancasila.
"Kedua, pemerintah hendaknya mendengarkan, memahami, dan memenuhi arus terbesar masyarakat khususnya umat Islam yang berkebaratan dan menolak keras pemberlakuan Perpres nomor 10/2021," kata Agung.
Dalam alam ajaran Islam, kata Agung, miras atau khamr adalah zat yang diharamkan dan pangkal berbagai kejahatan dan menimbulkan kerusakan jasmani, mental, spiritual, ekonomi, moral sosial, akhlak dan kerusakan lainnya.
Sejalan dengan arus utama aspirasi umat dan masyarakat, kata Agung, PP Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk merevisi atau mencabut Perpres nomor 10/2021.
Ketiga, kata dia, pembukaan investasi di Provinsi Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua dengan mempertimbangkan kearifan budaya lokal dapat menimbulkan masalah politik dan disintegrasi bangsa.
Indonesia, lanjut dia, adalah negara kesatuan yabg meniscayakan satu kesatuan hukum dan perundang-undangan.
"Kekhususan pada empat provinsi tersebut, pada tinglat tertentu menimbulkan citra negatif masyarakat setempat yang memegang teguh dan mengamalkan ajaran agama khususnya masyarakat yang beragama Islam," kata Agung.
Keempat, kata Agung, PP Muhammadiyah mendukung usaha-usaha pemerintah dalam memajukan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Akan tetapi, lanjut dia, usaha-usaha tersebut hendaknya senantiasa berpijak pada Pancasila, UUD 1945, norma-norma budaya masyrakat yang utama dan nilai-nilai ajaran agama.
Selain meningkatkan kesejahteran material, kata dia, pemerintah juga berkewajiban membina mental dan spiritual dan akhlak bangsa yang sejalan dengan spirit Indonesia raya serta memelihara budaya bangsa yang berkeadaban sesuai nilai bhinneka tunggal ika.
Pemerintah, lanjut dia, sebaiknya memprioritaskan peningkatan kesejahteraan ekonomi yang berbasis kekayaan sumber daya alam dan hajat hidup masyarakat seperti pertajian, kelautan, dan usaha kecil menengah.
"Pernyataan PP Muhammadiyah ini merupakan wujud tanggung jawab kebangsaan dan komitmen amar ma'ruf nahi mungkar untuk kemaslahatan dan kemajuan bangsa," kata Agung.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan beberapa saat sebelum Presiden Joko Widodo mencabut lampiran Perpres tersebut.
Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan mencabut lampiran Peraturan Presiden terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol.
Hal itu disampaikan Presiden dalam Konferensi Pers Virtual yang disiarkan dalam Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, (2/3/2021).
"Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Presiden.
Aturan mengenai investasi miras diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Aturan tersebut menuai protes dari sejumlah kalangan termasuk organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam.
Keputusan tersebut, kata Jokowi diambil setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama dan Ormas Islam. Baik itu ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya.
"Serta tokoh-tokoh agama yang lain dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.