Kasus Suap Pajak di Tengah Pandemi, Rapor Merah dan Kerja Berat Pemerintah
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengonfirmasi perihal dugaan suap pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengonfirmasi perihal dugaan suap pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Namun KPK belum menyebut tersangka karena proses penyidikan masih berjalan.
KPK tentu harus mengumpulkan alat bukti yang cukup kuat untuk mengungkap kasus ini ke publik.
Menanggapi isu ini, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan bahwa munculnya kasus ini menjadi ironi karena seharusnya antara otoritas pajak dan wajib pajak sama-sama memiliki kesadaran.
Kesadaran yang dimaksud Anis adalah kesadaran bahwa pajak itu sudah memenuhi 4 prinsip.
"Pertama, Prinsip Keadilan (Equity) yang intinya memperhatikan pengenaan pajak secara umum serta sesuai dengan kemampuan Wajib Pajak. Kedua, Prinsip Kepastian (Certainty) dimana pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan terdapat kepastian dan jaminan hukum. Prinsip kepastian memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak mengenai objek pengenaan pajak, besaran pajak atau dasar pengenaan pajak," ujar Anis, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (6/3/2021).
Baca juga: Pegawai Pajak Diminta Laporkan Rekan atau Atasan jika Ada Dugaan Terima Suap
"Ketiga, Prinsip Kelayakan (Convience)yaitu pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan Wajib Pajak serta hendaknya sejalan dengan sistem self assessment. Dan keempat, Prinsip Ekonomi (Economy) yaitu pada saat menetapkan dan memungut pajak harus mempertimbangkan biaya pemungutan pajak dan harus proporsional," imbuhnya.
Anis menegaskan mencuatnya kasus ini menjadi berita buruk dan rapor merah sekaligus pekerjaan besar bagi Pemerintah.
“Kasus pajak ini terjadi di tengah pandemi, melimpahnya insentif dan risiko shortfall yang masih di depan mata,” ujar Anis.
Kondisi pandemi Covid-19 yang masih terjadi di tahun 2021, kembali membuka risiko shortfall penerimaan perpajakan.
Masa transisi akibat pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi masih dirasakan oleh semua sektor.
Sementara itu, kata dia, kebijakan insentif perpajakan juga masih menjadi salah satu aspek penyumbang potensi shortfall di tahun ini.
Walaupun di sisi lain, insentif yang diberikan Pemerintah sebagai kelanjutan dari program insentif wajib pajak terdampak pandemi Covid-19, pasti menjadi hal yang sangat ditunggu dan menggembirakan bagi wajib pajak.
Karenanya Anis menilai pemerintah perlu mengkaji lebih dalam terkait pemberian insentif di masa pandemi.
"Pemerintah harus serius membuat skala prioritas dan meminimalkan risiko kerugian karena saat insentif pajak diberikan, artinya ada potensi penerimaan negara yang hilang," kata Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini.
Selain itu, Anis mengatakan Pemerintah juga harus menjunjung tinggi keadilan (Equity), mengingat semua wajib pajak di semua sektor pasti terdampak pandemi Covid-19 ini, tetapi tidak semuanya bisa mendapatkan insentif. Dan pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan insentif perpajakan yang telah dilaksanakan.
“Jangan sampai kebijakan insentif pajak menjadi inefisiensi dan inefektivitas dengan narasi yang bagus tetapi tidak tepat sasaran,” pungkasnya.