Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Partai Golkar Turut Prihatin dengan Polemik KLB Demokrat, Airlangga: Silakan Berproses Secara Hukum

Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), Airlangga Hartarto juga turut angkat bicara menggapi polemik KLB Demokrat.

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Partai Golkar Turut Prihatin dengan Polemik KLB Demokrat, Airlangga: Silakan Berproses Secara Hukum
Kompas TV
Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto pada saat Rapimnas Partai Golkar, Sabtu (6/3/2021). 

TRIBUNNEWS.COM - Situasi politik di Partai Demokrat kian memanas sejak isu kudeta partai muncul ke publik hingga masalah Kongres Luar Biasa (KLB) yang baru dilaksanakan pada Jumat (5/3/2021) kemarin.

Banyak tanggapan yang dilontarkan terkait KLB Demokrat tersebut.

Mulai dari tanggapan para pengamat politik, hingga Menteri Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD.

Bahkan, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), Airlangga Hartarto juga turut angkat bicara menggapi polemik KLB Demokrat tersebut.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (06/03/2021), Airlangga menuturkan bahwa Partai Golkar turur prihatin dengan masalah yang sedang terjadi di Demokrat.

Ia menambahkan, sebagai partai yang berpengalaman, Partai Golkar mempersilahkan pihak terkait untuk menempuh proses hukum.

Baca juga: Mahfud MD: Belum Ada KLB Partai Demokrat, Pengurusnya yang Resmi Sekarang AHY Putra SBY

Baca juga: Profil Marzuki Alie, Ketua Dewan Pembina Demokrat Hasil KLB, Pernah Dua Kali Nyalon Ketum

"Partai Golkar prihatin kalo ada partai yang ada masalahnya, Partai Golkar berpengalaman, kami mempersilahkan semua berproses secara hukum," kata Airlangga setelah penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar.

BERITA REKOMENDASI

Diketahui sebelumnya, KLB Demokrat di Deli Serdang telah memutuskan Moeldoko menjadi Ketua Umum yang baru.

Kabar terkait KLB Demokrat ini mendapat respons dari SBY, AHY, serta beberapa kader Partai Demokrat dari berbagai daerah.

Ada yang menyatakan tetap setia pada kepemimpinan AHY, ada pula yang ikut pada kepemimpinan Moeldoko.

Dalam pidato, Moeldoko menilai bahwa KLB Demokrat berjalan sesuai dengan AD/ART dan konstitusional.

Moeldoko mengaku tidak memaksa para peserta untuk memilihnya, sebab semua yang hadir KLB sudah memiliki keyakinan.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Partai Demokrat, Samakan Sikap Era Megawati & SBY

Baca juga: Tanggapi Polemik KLB Demokrat, Mahfud MD: Pemerintah Tak Bisa Melarang, Itu Masalah Internal Parpol


Mahfud MD Turut Tanggapi KLB Demokrat

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD ikut menanggapi polemik Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang diadakan kemarin di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).

Diketahui, KLB tersebut telah memutuskan Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Dikutip dari akun Twitter resmi Mahfud MD @mohmahfudmd, menurutnya, pemerintah tidak bisa ikut campur dan melarang adanya KLB Demokrat tersebut.

Sesuai dengan aturan yang sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Baca juga: Pengamat Beberkan Deretan Fakta yang Perkuat Tafsir KLB Partai Demokrat Intervensi Orang Istana

Baca juga: KLB Tetapkan Moeldoko Jadi Ketum, Pengamat: Berakhirnya Era Demokrat sebagai Partai Keluarga SBY

"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deli Serdang," kata Mahfud melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, Sabtu (6/03/2021).

Dalam cuitannya tersebut, Mahfud MD juga menceritakan kejadian masa lalu tentang persoalan internal partai yang hampir sama dengan KLB Demokrat sekarang ini.

Ia menjelaskan tentang persoalan internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

"Sama dengan yang menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)."

"Saat itu, Bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB," tulis Mahfud.

Mahfud juga mengungkit hal yang sama dengan sikap Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ketika (2008) SBY tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol," imbuhnya.

Mahfud MD - Menkopolhukam
Mahfud MD - Menkopolhukam (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Baca juga: Max Sopacua: KLB Membawa Demokrat Kembali ke Khittah

Baca juga: Kata Sejumlah Pengamat Politik soal Konflik Demokrat: Jokowi Harusnya Selamatkan Demokrat

Oleh karena itu, Mahfud MD menegaskan bahwa KLB Demokrat yang terjadi di Deli Serdang merupakan masalah internal Partai Demokrat.

Masalah tersebut juga belum menjadi masalah hukum, karena masih belum ada permintaan legalitas atas hasil KBL ke pemerintah.

"Bukan (minimal belum) menjadi masalah hukum. Sebab belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada Pemerintah dari Partai Demokrat."

"Pemerintah sekarang hanya menangani sudut keamanan, bukan legalitas partai." tulisnya.

Dalam cuitan Mahfud selanjutnya, ia mengatakan, sejak era Megawati hingga Jokowi, pemerintah tidak pernah melarang adanya KLB atau Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

Hal tersebut dilakukan karena pemerintah ingin menghormati independensi partai politik.

Baca juga: Pengamat Sebut Tindakan Moeldoko Bersedia Jadi Ketua Umum Demokrat Sangat Tidak Etis

Baca juga: Ketua DPC Demokrat di Jawa Tengah Buka Suara, Sebut Diiming-Imingi Uang Agar Bersedia Ikut KLB

"Jadi sejak era Bu Mega, Pak SBY sampai dengan Pak Jokowi ini, pemerintah tidak pernah melarang KLB atau Munaslub yang dianggap sempalan karena menghormati independensi parpol."

"Risikonya, pemerintah dituding cuci tangan. Tapi kalau melarang atau mendorong bisa dituding intervensi, memecah belah, dan sebagainya," katanya.

Mahfud MD pun menjelaskan bahwa kasus KLB Demokrat akan menjadi masalah hukum jika hasilnya didaftarkan ke Kemenkum-Ham.

Saat itulah pemerintah akan meneliti keabsahan hasil KLB berdasarkan undang-undang dan AD/ART partai politik.

"Kasus KLB PD (Partai Demokrat) baru akan jadi masalah hukum jika hasil KLB itu didaftarkan ke Kemenkum-HAM. Saat itu Pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasar UU dan AD/ART parpol."

"Keputusan Pemerintah bisa digugat ke pengadilan. Jadi pengadilanlah pemutusnya. Dus, sekarang tidak/belum ada masalah hukum di PD," pungkasnya.

Baca juga: Diiming-imingi Uang Rp 30 Juta untuk Ikut KLB Demokrat, Mashadi Tetap Pilih Setia Pada AHY

Baca juga: Dualisme Partai Demokrat, Tidak Boleh Ada Pembiaran dari Istana

Pengamat Sebut KLB Imbas Kekecewaan terhadap AHY

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Kisruh internal Partai Demokrat mencapai puncaknya, Jumat (5/3/2021), dengan digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara.

Hasilnya, forum tersebut memilih Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai ketua umum yang baru.

“Penunjukan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat adalah peristiwa politik yang terulang (de javu)."

"Seperti ketika Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum, sekaligus berakhirnya Demokrat sebagai partai keluarga SBY,” kata Ninoy Karundeng pengamat politik dan pegiat media dan media sosial di Jakarta, Sabtu (6/3/2021).

KLB Deliserdang yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat, menurut Ninoy Karundeng, akan membuat arah baru bagi Partai Demokrat.

Baca juga: Andi Malarangeng Bantah Tudingan SBY Buat Dinasti Politik di Partai Demokrat

Baca juga: Demokrat versi AHY vs Demokrat versi Moeldoko, Pengamat: Sulit Terjadi Kongres Rekonsiliasi  

“Munculnya KLB adalah ekses dari hilangnya integritas SBY yang menggunakan Demokrat sebagai partai milik keluarga, ketika dia menjadikan AHY sebagai Ketum Demokrat yang dinilai tidak demokratis oleh para kader Demokrat,” kata Ninoy Karundeng.

Ditambahkan oleh Ninoy bahwa KLB Deliserdang diselenggarakan karena adanya ketidakpuasan kader terhadap AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang dinilai lemah dan hanya menjadi kepanjangan kepentingan keluarga SBY.

Menurut Ninoy, hal ini dibuktikan dengan elektabilitas Demokrat dalam berbagai survey yang merosot tajam sampai pernah menyentuh 3,6% artinya di bawah ambang batas parliamentary threshold.

Dengan kepemimpinan yang baru Demokrat di bawah Ketum Moeldoko, tentu menjadi tugas Moeldoko untuk melakukan konsolidasi ke dalam bersama dengan para kader di seluruh Indonesia.

Baca juga: Tak Kantongi Izin, Andi Mallarangeng Pertanyakan KLB Demokrat di Deli Serdang Tidak Dibubarkan

Baca juga: KLB Demokrat dan Kemungkinan yang Terjadi ke Depan

Tentu kubu AHY dan SBY akan berjibaku untuk memertahankan posisi sebagai Ketua Umum dan Ketua Majelis Tinggi yang berkuasa penuh atas partai.

“Berakhirnya kepemimpinan AHY dan SBY di Demokrat akan mengakhiri seluruh kiprah politik dan kekuasaan ekonomi atas partai untuk kepentingan keluarga SBY,” jelas Ninoy.

Beberapa bulan ke depan, menurut Ninoy Karundeng, akan ada dinamika politik internal dan eksternal Demokrat terkait dengan keabsahan Partai Demokrat versi Moeldoko atau AHY yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM yang bakal diperebutkan antara AHY dan Moeldoko.

"Walaupun Sekretaris Panpel KLB Demokrat menegaskan pihaknya mengantongi surat surat yang absah dari mayoritas DPD dan DPC , walaupun tidak terlihat hadir di KLB," pungkas Ninoy.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Malvyandie Haryadi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas